Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Kamis, 04 Maret 2010

Dari Gus Dur untuk Kiai

Dari Gus Dur untuk Kiai

Oleh: Tirmidzi*


Tidak terasa, KH. Abdurrahman Wahid, atau yang akrab dipanggil Gus Dur, sudah lebih dari empat puluh hari meninggalkan bangsa dan Negara ini. Namun demikian, sosok beliau seakan masih eksis, namanya pun masih familiar di tengah masyarakat kita. Begitu banyak sikap dan sumbangsih pemikiran beliau yang terkenang dan sulit dihilangkan dari memori masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini, namanya disebut-sebut dan akan dinobatkan sebagai salah satu pahlawan nasional, gelar yang juga diperoleh oleh bapak dan kakek beliau.

Sebagaimana telah mafhum bahwa Gus Dur pada dasarnya adalah seorang kiai karena beliau putera dari KH. Wahid Hasyim, menteri agama pertma negeri ini, dan cucu KH. Hasyim Asy’ari yang merupakan ulama terkemuka dan pendiri organisasi terbesar di bumi pertiwi yakni Nahdlatul Ulama (NU). Di samping juga, kata ‘gus’ turut menegaskan bahwa beliau adalah keturunan darah biru.

Darah biru yang mengalir dalam dirinya menjadi salah satu bekal bagi beliau dalam proses pencarian jati diri hingga akhirnya beliau mampu menjadi guru bangsa, cendikiawan, politisi, dan ulama sekaligus. Kata ‘gus’ yang melekat padanya tidak menjadi pengekang untuk melulu mengurusi pesantren atau belajar ilmu-ilmu keagamaan (islam) an sich sebagaimana kiai pada lazimnya. Sebaliknya, satatus yang dimilikinya menjadi motivasi bagi beliau untuk mendalami semua disiplin keilmuan hingga ke luar negeri sekalipun. Mesir, Maroko, Irak, Jerman, Prancis, Malaysia, dan lainnya pernah beliau singgahi untuk ‘memanin’ berbagai macam ilmu. Pengetahuan dan pengalaman yang diperolah dari berbagai tempat tersebut telah mencetak beliau menjadi sosok yang kharismatik, sederhana, visioner, dan berwawasan luas dalam berbagai bidang.

Dalam bidang politik, beliau telah menunjukkan kemampuannya dengan menjadi presiden negeri ini pada tahun 2001 yang silam. Patut dicatat bahwa kepemimpinan beliau merupakan sejarah besar dimana seorang kiai bisa memegang tampuk kekuasaan tertinggi negeri ini. Di samping menjadi politisi, beliau juga seorang cendikiawan dan guru bangsa. Gagasan-gagasan brilian dan terkadang nyeleneh sering kali menjadi rujukan masyarakat. Pemikiran beliau yang ditransformasikan dan dibakukan dalam bentuk buku bacaan juga telah menjadi referensi bagi perkembangan wacana pemikiran bangsa ini. Contoh kecilnya, proyek pluralisme yang digarapnya dewasa ini menjadi salah satu metode efektif untuk mewujudkan kesatuan republik Indonesia di tengah pluralitas yang amat beragam.

Di tengah kesibukan demikian, beliau tetap eksis dalam memerankan dirinya sebagai kiai. Di Jawa Timur (Jatim), beliau sering mengisi tausyiah di pondok-pondok pesantren sebagai wujud kepeduliannya terhadap lembaga keilmuan yang tertua tersebut sekaligus kepada santri yang akan menjadi generasi penerus kaum tua. Intinya, Gus Dur adalah sosok yang penuh keistimewaan, termasuk di dalamnya dapat memerankan dirinya sebagai apa saja dan siapa saja secara elastis yang patut diteladani oleh generasi penerusnya, utamnya kaum ‘Gus’.

Kiai Multidisipliner

Melihat sosok Gus Dur sebagaimana dijelaskan di muka, kita banyak menemukan keistimewaan yang patut diteladani dan dilestarikan. Yang amat jelas bahwa beliau adalah kiai yang multidisipliner. Dalam artian, beliau sosok yang multi fungsi, manusia ‘canggih’ yang mampu menguasai berbagai macam keilmuan dan secara elastis dapat memerankan diri dalam berbagai peran, mulai politisi, akademisi, aktivis, cendikiawan, kiai, dan lainnya. Di samping sifat rajin, ulet, berani, kreatif, tidak pantang menyerah, beliau juga dianggap sebagai wali oleh sebagian masyarakat, khususnya di Jatim.

Kenyataan demikianlah yang patut diteladani dari sosok Gus Dur oleh generasi penerusnya, lebih utama lagi oleh para kiai di tengah masyarakat kita. Karena penulis melihat terdapat perbedaan substansial antara status kiai yang melekat pada diri Gus Dur dengan status kiai di lingkungan kita. Setidaknya terdapat beberapa hal yang membedakan antara mereka. Pertama, minimnya kreatifitas. Walaupun kiai dan pesantrennya dipandang sebagai tokoh dan pusat ilmu-ilmu keagmaan, namun masih amat jarang pemikiran kreatif-progresif yang datang dari mereka. Pemikiran dalam ‘dunia’ kiai kita berjalan secara monoton untuk tidak mengatakannya beku. Hal itu juga terlihat dari minimnya karya-karya tulis (keagamaan) yang hingga kini masih didomninasi oleh penulis nonpesantren, walaupun akhir-akhir ini sudah ada signal penulis dari kalangan gus atau kiai.

Kedua, adanya eksklusivisme pemikiran. Dalam artian bahwa dalam dunia kiai kita belum seluruhnya bisa menerima perbedaan dan pemikiran yang lain (the other). Contoh riilnya adalah adanya sebagian kiai yang belum bisa menerima hukum fiqih yang lain madzhab, pemikiran-pemikiran filsafat, dan mereka yang melarang faham-faham liberal dan semacamnya.

Ketiga, adanya dikotomi keilmuan, yaitu pemetakan disiplin keilmuan oleh kiai antara ilmu agama dan nonagama. Dimana pada gilirannya, hal tersebut melahirkan monopoli keilmuan, ilmu agama dianggap sebagai ‘ladang’ garapan mereka sedangkan nonagama bukan. Konsekwensinya, mereka terlihat canggung ketika diminta untuk berperan di bidang yang bukan garapannya dan tidak bisa bersikap proporsional ketika harus berperan ganda. Lihat saja kiai kita yang terjun ke dalam politik praktis, sebagaian mereka ada yang tidak bisa berperan sebagai politisi dan kiai sekaligus.

Akhiron, mengacu pada kenyataan di muka, maka patut sekali jika sosok Gus Dur dihadirkan kembali untuk dijadikan sebagai panutan kita bersama, utamanya para Gus atau Kiai. Walaupun beliau telah meninggalkan kita, jangan sampai sikap, mintal, watak, dan spirit beliau juga meninggalkan kita. Mari kita jadikan beliau sebagai uswatun hasanah dalam hidup ini karena penulis yakin bangsa dan Negara ini masih sangat membutuhkan sosok yang multidisipliner semisal Gus Dur demi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah. Amien…



* Penulis Aktif di PesMa IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...