Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Senin, 02 November 2009

Radikalisme dan Pemberdayaan Masjid

Radikalisme dan Pemberdayaan Masjid

Oleh: TIRMIDZI



Isu radikalisme agama kembali mencuat seiring menguatnya aksi terorisme di tanah air beberapa pekan terakhir saat ini. Radikalisme agama dianggap sebagai biang keladi munculnya faham-faham sempalan dan kelompok garis keras karena dilandasi dengan pemahaman keagamaan yang kurang komprehensif. Aksi terorisme oleh jaringan Noordin M. Top yang dewasa ini menjadi perhatian banyak pihak merupakan bukti konret dari aplikasi pemahaman keagamaan tersebut.

Bukan hanya itu, secara nyata gerakan radikal juga telah memberikan kegelisahan bagi masyarakat karena tindakan-tindakan mereka yang menyimpang dari substansi agama mainstream. Atas nama agama mereka menyerang, mengebom, bahkan bunuh diri tanpa pilah pilih. Terkait dengan hal tersebut, Karen Armstrong (2001) mengurai ilustrasi mengerikan perihal aksi gerakan radikal. Mereka yang mengatasnamakan agama bisa dengan tega menembaki jamaah yang sedang shalat di masjid, memberondongkan peluru kepada anak-anak sekolah, membunuh para dokter, pasien, dan perawat dalam sebuah rumah sakit, membunuh presiden, dan bahkan mengudeta rezim yang sah. Sungguh sangat mengerikan. Oleh karena itu, gerakan radikal tidak pernah diterima oleh dunia Barat maupun Timur kecuali oleh sekelompok minoritas saja dan aktivitasnya pun bergerak secara sembunyi-sembunyi.

Terkait dengan hal itu, Sudah banyak langkah-langkah antisipatif untuk membasmi gerakan yang sangat merugikan tersebut dilakukan oleh banyak pihak mulai dari pemerintah, agamawan, organisasi keagamaan, dan masyarakat secara umum. Namun, langkah-langkah itu belum mencapai hasil yang maksimal, terlepas apakah langkah-langkah yang dilakukan kurang mumpuni atau ada indikator lain yang mealatrbelakangi kegagalan tersebut.

Memang harus diakui bahwa membasmi radikalisme bukanlah tugas yang mudah, karena radikalisme bukan hanya berupa aksi kekerasan yang dilegalisasi atas nama agama, tapi radikalisme juga terkait dengan pemahaman individu atau kelompok. Di sini penulis mengklasifikasi radikalisme menjadi dua bagian, radikalisme sebagai tindakan dan radikalisme sebagai faham. Radikalisme sebagai tindakan mungkin dapat diselesaikan dengan cara penangkapan, penggerebekan, atau bahkan hukuman mati sebagaimana yang terjadi pada Amrozi Cs dkk. dan Noordin M. Top berserta jaringannya. Namun, radikalisme sebagai faham tidak bisa diminimalisasi dengan cara-cara demikian. Radikalisme dalam arti ini erat kaitannya dengan kerangka berfikir yang sulit diidentifikasi dan mudah menyelinap kapan dan di mana saja.

Sebagaimana informasi yang beredar, akhir-akhir ini gerakan radikal telah menyusup di berbagai tempat ibadah semisal masjid dan gereja. Indikasinya, di tempat-tempat ibadah tersebut memiliki ritual dan forum baru yang tidak sama dengan ritual agama-agama pada umumnya. Melalui forum itulah, gerakan radikal sedikit demi sedikit merubah kerangka berfikir dan keyakinan jamaahnya sesuai dengan pemahaman yang mereka imani. Jelas sangat memprihatinkan bila tempat ibadah semacam masjid dan gereja dijadikan sebagai tempat untuk menebarkan nilai-nilai yang laknat lil 'alamin, padahal agama-agama yang diturunkan oleh Tuhan merupakan way of life yang rahmat lil 'alamin yang secara otomatis fasilitas keagamaan selayaknya dijadikan media untuk menjalin cinta kasih dan toleransi bukan sebaliknya sebagai media saling benci dan arogansi.

Pemberdayaan Masjid

Pada awal islam, masjid memiliki fungsi vital dan strategis terkait dengan kehidupan beragama dan bersosial masyarakat waktu itu. Nabi Muhammad, selaku orang yang membangun masjid kali pertama, menjadikannya sebagai sentral ibadah seluruh umat (muslim). Fungsi ini merupakan fungsi utama masjid itu sendiri, karena masjid adalah rumah Tuhan (baitullah). Selain itu, masjid juga dijadikan sebagai tempat dakwah dan pengembangan pendidikan masyarakat khususnya yang terkait dengan keagamaan. Intinya, masjid adalah wadah untuk membuka kesadaran masyarakat tentang kehidupan mereka baik yang terkait dengan agama, sosial, pendidikan, bahkan politik sekalipun.

Dengan ilustrasi tersebut, gerakan radikalisme yang mulai mengambil alih tempat-tempat ibadah dewasa ini merupakan upaya penggeseran fungsi masjid dari yang semestinya. Terlebih ketika mengingat ajaran kaum radikalis yang cenderung tekstual, rigid, dan penuh pemaksaan yang pada akhirnya memunculkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan substansi agama semisal bom bunuh diri dan terorisme. Oleh karena itu, perlu diadakan upaya-upaya pemberdayaan guna menjaga eksistensi dan fungsi masjid baik kapasitasnya sebagai tempat ibadah, tempat dakwah, tempat pembelajaran, atau yang lainnya.

Setidaknya, upaya-upaya dimaksud dapat dilakukan dengan dua bentuk yaitu upaya kultural dan struktural. Secara kultural, upaya dalam hal ini dapat melihat tradisi pondok pesantren dimana jamaah (santri) dalam kesehariannya dibiasakan mendapat penjelasan keagamaan secara komprehensif dan mendalam, bukan sepotong-sepotong. Dalam meamhami ayat misalnya, seorang kiai atau ustadz menjelaskan secara terperinci secara tekstual maupun kontekstualnya, tentunya hal demikian akan terlaksana dengan adanya tenaga yang mumpuni dan berkompeten dalam bidangnya, bukan asal berjenggot atau bersurban.

Sedangkan secara struktural, upaya ini dapat diimplementasikan dengan mendirikan suatu wadah yang terorganisir yang menjadi controlling semua kegiatan yang ada dalam masjid dan sudah barang tentu SDM dalam organisasi tersebut harus bisa bersikap netral dan tidak mudah terpengaruh dengan pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini, dibentuknya Forum Silaturrahmi Takmir Masjid dan Musholla Indonesia (Fahmi Tamami), termasuk di Jatim, yang mengusung jargon keagamaan, kebangsaan dan keindonesiaan merupakan langkah struktural yang perlu diapresiasi oleh semua fihak, sehingga orientasi Fahmi Tamami untuk mengembalikan fungsi masjid dan mengamankannya dari gerakan radikalisme yang semakin menjamur dapat terwujud.

Akhiron, segala upaya, termasuk pemberdayaan masjid dari virus-virus radikalisme, tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dari semua pihak baik pemerintah, masyarakat, maupun kaum agamawan. Elemen-elemen tersebut adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan untuk mencapai tujuan bersama. Wallahu A'lam…



* Penulis Aktif di Ikatan Mahasiswa Sumenep (IkMaS) di Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...