Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Rabu, 27 Mei 2009

Menghadirkan Kembali Sosok Kiai

Menghadirkan Kembali Sosok Kiai
Oleh TIRMIDZI*


Dewasa ini, di desa maupun di kota, kata kiai seakan tercerabut dari akar sejarahnya. Sosok yang ditokohkan oleh masyarakat hanya mengemuka di momen-momen tertentu seperti tahlilan, lawatan, khitanan, selamatan, dan lainnya. Sejatinya, sebagai sosok yang diakui sangat akrab dengan masyarakat akar rumput seyogyanya selalu dihadirkan di setiap tempat dan waktu, terlebih ketika mengingat bahwa mereka adalah sumber intelektula (keagamaan) di samping juga moralitas sosial.
Jawa Timur (Jatim), sebagai daerah yang masyarakatnya dikenal sangat mengimani ‘sakralitas’ kiai, sudah mulai luntur dan terjebak pada tradisi penghadiran sosok kiai di momen-momen tertentu. Bahkan kalau dalam konstelasi politik ada yang mengatakan bahwa kiai telah difungsikan pada ranah yang kurang menguntungkan. Kiranya masih lekat dalam ingatan kita, betapa banyak nama-nama kiai disebut-sebut pada waktu pemilihan kepala daerah tahun lalu, betapa banyak foto-foto kiai yang dipajang, digantung, dan ditempel pada momentum pemilihan calon legeslatif bulan kemaren. Tapi ketika momen itu telah selesai, tidak ada yang peduli pada kiai, tidak ada orang yang memerhatikan dan mempertimbangkan eksistensi mereka.
Sebentar lagi kita akan merayakan pemilihan presiden dan wakilnya. Sudah bisa dipastikan bahwa kiai dan pesantren akan menjadi objek ‘safari politik’ para kandidat yang akan bersaing. Rabu kemaren, Wakil Presiden partai Golkar Jusuf Kalla mengawali kunjungan ke sebagian daerah Jatim dan bertemu dengan beberapa tokoh NU Jatim di antaranya ketua PWNU KH. Hasan Mutawakkil Alallah dan Rais PWNU KH. Miftachul Akhyar. (Kompas Jatim, 14/05/09). Kunjungan demikian diprediksikan akan terus berlanjut pada kiai-kiai Jatim lainnya, mengingat ketokohan kiai masih sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Jatim.

Sebagai Lokomotif
Kalau dirunut dari akar sejarahnya, seseorang dikatakan kiai ketika dia memiliki keilmuan yang mumpuni, keuletan, kharisma, ketokohan dalam masyarakat, dan keistimewaan lainnya. Intinya, kiai adalah sosok yang bisa mendobrak segala macam kejumudan dan mampu menjadi lokomotif dalam semua aspek kehidupan masyarakat menuju kehidupan yang lebih bermartabat.
K.H. Hasyim Asy'ari, salah satu kiai pejuang asal Jombang, telah mampu memprakarsai terwujudnya persatuan umat yang mana pada waktu terpecah belah karena fanatisme suku, golongan, stratifikasi sosial, dan agama masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat. Bagi beliau, perjuangan akan sia-sia tanpa persatuan. Di samping itu, beliau juga berani menantang perpolitikan Belanda yang tidak memihak pada masyarakat bawah sekaligus mendobrak jajahan mereka yang terus membabi buta.
K.H. Zaini Mun'im pendiri pondok pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo dengan semangat yang tinggi mampu mengangkat martabat masyarakat dengan merombak keyakinan mereka yang mayoritas menganut animisme dan dinamisme menjadi monoteisme. Liku-liku panjang yang beliua lalui tidak membuatnya gentar apalagi mundur. Segala bentuk rintangan dan hambatan tidak selalu dianggapnya sebagai musuh yang harus dijauhi tapi terkadang harus didekati dan difahami sehingga ditemukan solusi alternatifnya.
Kedua profil di muka secara sederhana mengilustrasikan sosok kiai sejati. Kelebihan dan keistimewaan yang mereka miliki difungsikan untuk kepentingan agama, bangsa dan Negara. Dengan langkah-langkah strategis, mereka berupaya menciptakan kondisi yang lebih baik, baik melalui gerakan sosial, budaya, politik, terlebih agama yang merupakan medan garapannya. Pun juga, mereka secara tegas menolak segala tawaran yang sekiranya akan menjadi batu sandungan dalam dakwah mereka. Orientasi-orientasi temporal bagi mereka adalah penghambat cita-cita suci seorang kiai.

Menghadirkan Kiai
Disadari atau tidak, dewasa ini problematika umat semakin kompleks, tindakan korupsi di mana-mana, pemerintahan kurang berpihak pada masyarakat, layanan pendidikan dan kesehatan mahal, harga sembako terus melonjak tinggi, angka pengangguran dan kemiskinan sampai saat ini tidak ditemukan solusinya, sedangkan sikap individualis dan hedonis di tengah masyarakat semakin menguat.
Di tengah hiruk-pikuk demikian, sosok bersahaja yang oleh masyarakat Jawa disebut dengan kiai patut dipertimbangkan kehadirannya di setiap tempat dan waktu. Keistimewaan yang dimilikinya—dalam semua kapasitasnya—bisa dijadikan terobosan untuk menyudahi atau paling tidak meminimalisasi problema keumatan yang terjadi dewasa ini.
Tentunya, tidak dapat dipungkiri bahwa keistimewaan yang dimiliki seorang kiai akan berbeda sesuai dengan individu masing-masing. Di sninilah kemudian dibutuhkan kecakapan dan keahlian untuk merangkul dan meletakkan kiai sesuai dengan keahliannya, yang ahli dalam bidang sosial-keagamaan diberikan kekuasaan untuk berkecimpung dalam ranah tersebut sedangkan yang ahli dalam bidang politik misalnya diberikan keleluasaan untuk terjun dalam pentas politik. Sehingga, keistimewaan yang mereka miliki benar-benar 'hadir' di tengah masyarakat luas kapan dan dimana saja.
Tapi yang harus diingat bahwa sosok kiai yang patut dihadirkan bukanlah sosok yang lembek, membebek dan mudah ditunggangi oleh kepentingan, baik pribadi, kelompok, maupun instansi-instansi tertentu yang hanya berorientasi jangka pendek, akan tetapi mereka yang berangkat dari hati nurani untuk menyelesaikan problema keumatan, pantang menyerah, memiliki semangat juang yang tinggi untuk membangun kehidupan yang mapan dan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sekarang dan di masa depan sebagaimana dicontohkan oleh sosok K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Zaini Mun'im pada masanya.


*Penulis sekarang Aktif di Pesantren IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...