Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Sabtu, 02 Mei 2009

Menyikapi Pluralitas di Madura Pasca Pembangunan Suramadu

Menyikapi Pluralitas di Madura
Pasca Pembangunan Suramadu

Oleh TIRMIDZI*


Madura yang dikenal dengan pulau tanah garam, akhir-akhir ini mendapat perhatian serius banyak kalangan. Dalihnya, pulau yang dihuni sekitar 3.188.043 jiwa ini sebentar lagi akan dihubungkan dengan Surabaya (baca: Ibu Kota Jatim) pasca rampungnya pembangunan jembatan Surabaya-Madura (suramadu).
Perhatian mereka sangat variatif, mulai sosial, budaya, agama, pendidikan, lebih-lebih perekonomian masyarakat Madura yang sampai saat ini masih terbelakang. Tulisan ini akan sedikit memberikan sumbangsih pemikiran terkait dengan tema tersebut, utamanya pluralitas yang menjadi kenyataan yang tidak terelakkan bagi masyarakat Madura korelasinya dengan pembangunan suramadu yang akan menjadi pintu gerbang masuknya keragaman dalam semua aspek kehidupan masyarakat.
Memang, perlu diakui bahwa Madura termasuk pulau kaya raya baik sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), di samping juga keragaman kultur yang turut mewarnai kehidupan masyarakat. Garam, tembakau, perikanan, minyak, tambang, menjadi kekayaan yang sulit ditemui di daerah-daerah lain. Ketekunan dan keuletan sebagai watak mayoritas masyarakat telah banyak melahirkan putera-putera terbaik bangsa.
Sejarah mencatat bahwa Raden Trunojoyo, sebagai putera Madura, memiliki peran strategis dalam pengusiran Belanda. Bahkan sampai sekarang, putera terbaik Madura tidak absen dari pentas nasional. Ketua mahkamah konstitusi, Prof. Dr. Mahfudz MD, terlahir dan dibesarkan di Madura. Prof. Dr. Diji J Rachbini, seorang pakar ekonom, dan Dr. Riswanda yang menjadi pakar politik juga kelahiran tanah Madura.
Di samping itu, Madura juga memiliki kultur yang beragam dan unik. Kerrapan sapeh dan sapeh sono’ sampai detik ini menjadi simbol tradisi Madura yang tiada duanya. Demikian juga dengan agama yang sangat beragam, mulai dari Islam, Kristen, Budha, Katolik dan lainnya turut memperkaya pluralitas Madura.
Kegelisahan yang muncul dewasa ini, akankah keragaman demikian akan tetap eksis pasca pembangunan suramadu?, sikap apa yang harus diambil ketika ada banyak keragaman masuk ke Madura?, mungkinkah masyarakat bisa menghalaunya dan mempertahankan keragaman lokal?. Pertanyaan-pertanyaan demikian patut dihadirkan mengingat suramadu akan memberikan jalan seluas-luasnya terhadap keragaman luar yang besar kemungkinan akan berbeda bahkan bertentangan dengan keragaman lokal Madura.

Sikap Elastis-Kritis
Beberapa bulan lagi, pembangunan suramadu ditargetkan rampung. Kepala Satuan Kerja Sementara Pembangunan Jembatan Nasional Suramadu Benteng Tengah, Atyanto Busono menyatakan bahwa di sisi Surabaya sebelah timur belum tersambung. Setelah tersambung, akan dilakukan pemerataan dan pengaspalan. Selanjutnya akan dipasang komponen penunjang seperti lampu, rambu-rambu, dan garis pembatas jalan. Beliau menegaskan, pembangunan jembatan yang panjangnya sekitar 5,4 km ini akan rampung seluruhnya pada bulan Juni mendatang. (Kompas, 14/04/09).
Hal itu mengindikasikan bahwa sebentar lagi Madura akan menjadi daerah yang lebih terbuka. Arus industrialisasi, globalisasi, dan modernisasi akan dengan mudah melebarkan sayapnya di sana. Kultur dan keragaman daerah lain bahkan manca negara akan dengan cepat berakulturasi dengan budaya dan pluralitas Madura.
Ketika hal demikian tidak disikapi secara arif dan bijak maka tidak bisa ditolak Madura akan menajadi daerah yang dijajah oleh arus luar, karena tidak bisa dipungkiri rampungnya suramadu akan memberikan konstribusi positif di samping juga nilai-nilai negatifnya yang tidak bisa dinegasikan. Relakah masyrakat Madura menjadi ’budak’ di daerahnya sendiri?.
Oleh karena itu, setidaknya ada dua sikap yang harus diambil oleh masyarakat Madura yaitu elastis dan kritis. Elastis dimaksudkan supaya masyarakat dapat bersikap lentur terhadap keragaman yang datang dari luar, dapat menyesuaikan diri dan dapat bersaing secara fair. Sedangkan sikap kritis merupakan langkah preventif terhadap keragaman yang sekiranya dapat merusak eksistensi Madura, atau lebih pasnya sebagai upaya filterisasi terhadap keragaman dimaksud.
Kedua sikap tersebut nantinya harus ditindaklanjuti dengan upaya-upaya serius dan riil oleh seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali. Paling tidak ada tiga upaya starategis yang diperlukan dalam pembangunan pluralitas. Pertama, keterlibatan aktif (active involvement). Upaya ini akan menumbuhkan kesadaran sikap partisipatif masyarakat dalam menyambut dan membangun keragaman.
Kedua, menghargai dan memahami. Karena keragaman, perbedaan, dan persamaan merupakan sesuatu yang nyata maka diperlukan penghargaan dan pemahaman komperehensif dan konstruktif tentang yang lain.
Ketiga, mencari titik temu. Upaya ini dilakukan untuk mensinergiskan keragaman sehingga keragaman tidak menjadi bumerang tapi menjadi potensi untuk merekonstruksi menuju keragaman yang lebih maju dan berkembang dan tentunya dengan tanpa menafikan nilai-nilai keragaman lokal sebagai pijakannya. Dalam hal ini, intelektual muda kelahiran Bluto-Sumenep, Zuhairi Misrawi (2007) menyatakan bahwa Tuhan telah menciptakan keragaman (agama) dalam rangka mencari titik temu, bukan mencari titik beda, apalagi titik tengkar.
Sebagai kata akhir, penulis berharap dengan sikap dan upaya-upaya yang telah disebutkan, seluruh elemen masyarakat dapat menjadikan pluralitas yang sebentar lagi akan semakin komplit sebagai faham kebersamaan dalam perbedaan (baca: pluralisme) untuk mewujudkan Madura yang lebih egaliter, bermartabat, harmonis, dan leibih maju di masa depan. Where is a will there is a way, di mana ada kemauan di sana ada jalan.



* Penulis Aktif di PesMa IAIN Sunan Ampel Surabaya,
Tulisan ini telah dimuat di Harian Duta Masyarakat edisi 18 Mei 2009

5 komentar:

  1. Setuju deh ama sikap elastis-kritis. Krn di jaman sekarang, menutup diri terhdp perubahan berarti b unuh diri. Kita memang hrs mengikuti perkembangan dunia sekitar kita, namun sambil tetap memegang teguh prinsip2 dan nilai2 yg kita anut. Lebih simpelnya: fleksibel lah..

    BalasHapus
  2. kalo tanggapan saya terhadap suramadu.....setuju bangets....yang penting tujuanya untuk pembangunan ,khususnya untuk rakyat,ya pembangunan untuk mencapai kemakmuran rakyat,akan tetapi kita mesti mengawasi jalanya pembangunan tersebut,sebab pembangunan.terutama suramadu merupakan proyek,..disana ada unsur bisnisnya..nah yang mesti diawasi adalah unsur bisnisnya....merugikan rakyat apa tidak....biasanya yang namanya proyek amat dekat dengan kkn....kalo dah kkn berarti nggak memihak kepada orang banyak dong....yang penting tujuanya ......yaitu demi kemakmuran rakyat...terutama rakyat miskin.....sebab rakyat miskin terlalu banyak di bodohin....
    makasih ..jangan lupa monitor terus....komunikasi sesama bloger ternyata banyak manfaatnya...he

    BalasHapus
  3. Positif dan Negatif Selalu Berdampingan, tinggal bagaimana manusianya dapat memilah dan memilih. Dan kita harus membuka diri terhadap perubahan dalam artian perubahan yang positif yang dapat memberikan nilai plus.

    http://marinabung.blogspot.com

    BalasHapus
  4. sukses terus untuk madura...
    salam untuk al farahidi dan partelon ya....

    BalasHapus

Tahnks atas komentarnya...