Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Senin, 08 Juni 2009

Buku dan Pesan Perdamaian

Buku dan Pesan Perdamaian
Oleh: Tirmidzi*


Menjadi kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa Negara Indonesia termasuk Negara majemuk yang sarat dengan perbedeaan di samping juga persamaan. Namun demikian, perbedaan yang idealnya merupakan potensi besar (rahmatan) untuk membangun Negara ‘masa depan’ sering kali dijadikan sebagai alat pemicu konflik antar sesama.
Disadari atau tidak, Indonesia masih memendam potensi konflik yang luar biasa. Di samping karena fakta bahwa Indonesia dihuni oleh beragam agama, etnik, dan budaya, juga karena gesekan politik yang sangat kuat yang juga turut memicu meningkatnya eskalasi konflik. Hal demikian tampak dengan masih terus berulangnya konflik, baik konflik antar agama maupun di intern umat beragama itu sendiri. Belum lagi ketegangan yang terjadi antara agama ‘resmi’ dengan agama ‘adat’, konflik antara pemerintah dan masyarakat akar rumput, dan lain sebagainya. Artinya, beragam model konflik, baik vertikal (antara warga negara dan pemerintah) maupun horizontal (sesama warga negara) terus saja terjadi dan seolah tidak ada tanda-tanda untuk berakhir.
Fakta demikian menjadi salah satu motivasi bagi beberapa tokoh dan pemikir Negara ini untuk menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan. Buku ‘Demi Toleransi, Demi Pluralisme’ yang diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2007 kemaren berisi kumpulan tulisan 31 tokoh yang berasal dari kalangan intelektual, petinggi partai, agamawan, aktivis LSM, dan lain-lainnya. Buku tersebut ditulis khusus oleh teman-teman dan murid Prof. Dr. Dawam Rahardjo sekaligus sebagai hadiah ulang tahun kepada beliau yang ke 65 tahun pada 20 April 2007 yang lalu.
Di tahun yang sama, terbit pula buku yang ditulis oleh salah satu tokoh intelektual muda, Zuhairi Misrawi, yang berjudul ‘Al-Quran Kitab Toleransi; Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme’. Buku itu ditulis sebagai upaya mencari landasan teologis, sosial maupun historis bagi terwujudnya perdamaian dunia, karena menurut penulis buku tersebut dewasa ini benih-benih intoleransi sudah mulai mengakar tidak hanya dalam tataran teologis tetapi sudah menjadi tindakan praksis banyak kalangan.
Buku yang dipengantari oleh dua tokoh ternama, Abdurrahman Wahid dan Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, mendapat apresiasi positif dari banyak kalangan, baik tokoh agama, cendekiawan dan tokoh ahli lainnya, seperti KH. Husein Muhammad selaku tokoh agama dan penulis buku ‘Fikih Perempuan’, Dr. Nur Rofi’ah salah satu tokoh tafsir dan ilmu al-Quran, Abdul Basit yang menjabat sebagai amir nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Moeslim Abdurrahman seorang cendekiawan muslim ternama, Ahmad Baso anggota Komnas HAM, dan tokoh-tokoh lainnya.
Baru setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 29 April 2008, pengurus Pusat Lakpesdam NU mengadakan launching buku ‘Prakarsa Perdamaian; Pengalaman dari Berbagai Konflik Sosial’. Buku yang ditulis oleh Khamami Zada, A. Fawaid Sjadzili, Muhammad Maksum, Irsyad Zamjani, dan Muhtadin AR itu merupakan salah satu produk kerja-kerja sosial PP Lakpesdam NU dalam mengupayakan perdamaian. Buku tersebut dijadikan media untuk berbagi pengalaman dalam memprakarsai perdamaian yang dilakukan oleh PP Lakpesdam NU. Insiatif demikian dimulai dari kegiatan riset lapangan di 12 kabupaten (4 kabupaten di Jawa Barat, 4 kabupaten di Sulawesi Selatan, dan 4 kabupaten di Nusa Tenggara Barat). Oleh karena itu, buku tersebut menjadikan tiga provinsi itu sebagai setting dan studi kasus konflik-konflik yang terjadi. Belajar dari pengalaman di beberapa daerah itulah, dengan gaya penulisan yang menarik buku tersebut hendak menyampaikan pesan-pesan perdamaian terkait dengan wilayah masing-masing.
Di samping tiga buku tersebut juga banyak karya-karya lain baik yang telah dipublikasikan maupun tidak terkait dengan penyemaian perdamaian di bumi pertiwi bahkan di jagad raya ini. Namun, setidaknya tiga buku monumental tersebut dapat mewakili—walaupun tidak komprehensif—untuk mewujudkan cita-cita yang diidamkan masyarakat selama ini.

Buku Sebagai Refleksi Perdamaian
Banyaknya buku-buku yang ditulis secara khusus tentang perdamaian oleh banyak orang dari berbagai kalangan telah cukup membuktikan bahwa perwujudan perdamian betul-betul menjadi harapan sekarang dan di masa depan. Sehingga mereka terus berusaha untuk mewujudkan perdamaian dalam semua level kehidupan dengan berbagai macam cara, mulai dari diskusi dalam forum-forum, gerakan sosial, organisasi keagamaan, dan termasuk juga dengan menorehkan pemikiran brilian tentang perdamaian dalam sebuah karya misalnya melalui penerbitan buku sebagaimana telah disebutkan.
Di zaman modern seperti sekarang, sebuah karya (teks/buku) menjadi salah satu media menarik untuk dijadikan sebagai refleksi perdamaian yang digandrungi banyak orang karena buku dapat disebarkan dengan mudah dan fleksibel. Di samping itu pula, sebuah buku dapat menjadi ‘dunia bebas’ bagi penulisnya untuk mengeluarkan semua pikirannya tanpa terkecuali, kalau meminjam bahasa Derrida teks sebagai pembebasan logika.
Dengan karya-karya demikian, pembaca di manapun berada bisa memahami secara komprehensif pemikiran-pemikiran tokoh yang kemudian dapat dijadikan lendasan praksis di lapangan dalam rangka membuat realitas baru, realitas yang lebih damai, toleran, arif, dan lebih bijaksana. Salah satu filusuf ternama, Jaques Lacan, pernah menyatakan bahwa ‘proses pembentukan realitas dalam masyarakat tidak bisa dipisahkan dari warisan simbolik semisal mitos, cerita, tabu, bahasa, termasuk juga teks’. Cala Ibi juga menyatakan: maknailah, meski hanya sebuah kata sederhana, kelak kau akan tahu betapa makna bisa bermula dari hanya sebuah kata, sebuah huruf.
Bertolak dari persepsi demikian, jelas bahwa buku-buku perdamian sangat dibutuhkan di tengah kondisi umat yang semakin bercerai-berai seperti sekarang ini. Penerbitan buku-buku semacam itu menjadi kebutuhan primer dalam rangka mencari titik persatuan dan kesatuan umat. Namun perlu dicatat, jangan sampai penerbitan buku demikian hanya bersifat temporal, bergantung pada waktu dan kondisi tertentu, dan berorientasi finansial (financial oriented) an sich dengan menjadikan momen desintegrasi umat sebagai kesempatan untuk meraup royalty dari penerbitan buku. Akan tetapi lebih dari itu, diharapkan kehadiran buku-buku perdamaian bersifat kontinu dan berlandaskan pada hati nurani sebagai refleksi perwujudan perdamaian sejagad.



*Peminat Buku, Aktif di Pesantren Mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...