Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Minggu, 05 April 2009

ALQURAN DAN MODERNISASI

ALQURAN DAN MODERNISASI
(Reaktualisasi Nilai-Nilai Alquran Menuju Ke-modern-an Sejati)
Oleh: Tirmidzi*


Fenomena Modernisasi
Istilah modernisasi sudah sangat dikenal dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Bahwa ia merupakan gambaran peradaban canggih dalam kehidupan umat manusia. Kemudahan transportasi, informasi dan komunikasi, dalam bidang teknologi, menjadi ciri khas eksistensinya. Hal itu dapat dibuktikan dengan semarak teknologi yang semakin akut perkembangannya, mulai dari HP, Komputer, Flash Disk, dan bentuk teknologi lainnya. Dengan alat-alat tersebut dunia seakan terlipat, mudah dijangkau dari segala pejuru dan ke segala penjuru. Dengan demikian, tidak salah apabila Anthony Gidden menyebut modernisasi sebagai time space distanciation, yaitu dunia tanpa batas. Ruang dan waktu bukanlah kendala vital aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan sesamnya.
Dalam pada itu, sambutan hangat masyarakat terhadap modernisasi terus berkembang. Modernisasi dianggap angin segar yang akan merekonstruksi peradaban mereka yang dianggap jumud dan tidak relevan dengan keadaan saat ini. Persepsi mereka, teknologi canggih, sebagai implikasi modernisasi, akan membawa kehidupan mereka pada ranah yang lebih maju dan lebih pasti, semua hasil teknologi lebih memuaskan dan menjanjikan. Kepercayaan seperti itu semakin kuat seiring dengan hegemoni teknologi itu sendiri.
Ironisnya, mayoritas masyarakat hanya melihat modernisasi dari aspek kecanggihan teknologinya, sedangkan dampak dan pengaruhnya terhadap sisi-sisi kehidupan mereka, seperti ekonomi, politik, budaya, bahkan agama, tidak lagi diperhitungkan. Padahal menurut Machalli (Baca: Tantangan Modernisasi) modernisasi akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan manusia secara pelan. Dan persepsi tersebut sudah terbukti saat ini. Misalnya, dalam dunia Islam jama’ah dan musyawarah adalah doktrin yang ditekankan implementasinya. Padahal keduanya adalah tradisi kemanusiaan (humanism tradition) dan dengan tradisi tersebut seorang akan lebih mudah menghadapi problemnya, di dalamnya akan terjadi dialektika antara satu sama lain. Tapi, dengan membeludaknya produk-produk modernisasi tradisi tersebut tergeser diganti oleh tradisi yang mengandalkan “kecepatan waktu”. SMS yang sekarang mengganti posisi silatur rahim dalam ajaran Islam adalah salah satu contoh nyatanya.
Klimaksnya, modernisasi hanya menciptakan pergeseran paradigma (shifting paradigm). Nilai-nilai agama yang transenden diganti dengan nilai-nilai teknologi buatan manusia itu sendiri. Akhirnya Alquran sebagai sumber agama yang otentik menjadi beku, nilai yang terkandung tidak dapat diterjemahkan kedalam realitas. Kitab yang diturunkan sebagai penerang umat manusia (rahmatan lilalamin) bukan lagi sebagai pedoman, dan teknologi yang belum jelas asal musal dan tujuannya kini diagungkan. Kalau meminjam bahasa Ulil Abshar, Alquran telah ditundukkan pada realitas. Zaman yang harus sesuai dengan nilai Alquran kini Alquran yang disesuaikan dengan realitas yang ada dengan dalih reaktualisasi nilai-nilai Alquran. Sekiranya sangat benar sabda Nabi Muhammad “akan datang suatu zaman dimana Alquran hanya tinggal tulisan” dijadikan jawaban dalam konteks masa kini.

Alquran Berbicara Modernisasi
Alquran adalah mukjiazat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad selaku manusia pilihan plus Nabi terakhir di dunia ini. Sebagai kitab samawi terakhir, Alquran memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab sebelumnya. Dengan hadis Nabi sebagai penjelas (mubayin) dan penafsiran ulama, Alquran dapat dibuktikan bahwa ia adalah kitab super komplit dalam membicarakan semua fenomena di dunia ini, termasuk fenomena modernisasi, baik ijmal maupun tafsil.
Mayoritas pemikir memahami bahwa modernisasi adalah gerakan untuk merombak cara-cara kehidupan lama menuju “model” kehidupan baru dengan baromiter frekuensi kecepatan dan mutu yang mampu menguasai pasar. Prosesnya mengandalkan “akal mesin” yang dikenal dengan teknologi canggih dan “akal manusia” yang disebut dengan pemikiran kreatif.
Apabila demikian pemahamannya (akal mesin dan menusia sebagai titik fungsinya) modernisasi bukanlah hal baru yang harus ditakuti dan dijauhi. Karena dua puluh abad yang silam Alquran telah mensinyalir. Misalnya tentang laut dan ruang angkasa diterangkan dalam surat Arrahman 33, tentang eksplorasi benda-benda ruang angkasa dan pengolahannya serta pemanfaatan besi dan tembaga sebagai bahan teknologi ada dalam surat Assaba’ 10-13. Ayat-ayat tersebut didukung dengan ayat yang menjelaskan tentang peran akal manusia dalam hidupnya. Sebagai bukti bahwa manusia harus menggunakan akalnya untuk bisa mendapat apa yang ia harapkan.
Dengan beberapa ayat tersebut, dipahami bahwa modernisasi dalam kehidupan manusia merupakan hal yang pasti terjadi, atau dalam bahasa Alquran disebut sunnatullah. Karena kecerdasan yang semakin meningkat, penemuan yang semakin padat dan fasilitas yang semakin lengkap dengan sendirinya akan menuntut manusia untuk mereformasi sistem kehidupannya dan mencari sistem baru, dengan pemikiran baru tentunya, yang sesuai dengan kondisi dimana dan kapan dia hidup. Allah berfirman “Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum kecuali mereka merubanya sendiri”.

Reaktualisasi Nilai yang Hilang
Dalam tulisan ini terdapat dua kata kunci. Pertama, alqauran selaku pandangan hidup (way of live) manusia dalam mengarungi kehidupan mereka. Kedua, Moderninasisi, gerakan baru hasil karya dan karsa manusia serta peradaban mereka yang akan mengganti sistem kehidupan mereka menuju kehidupan yang selangkah lebih maju.
Dua kata kunci atersebut sama-sama memiliki peran signifikan dalam kehidupan mereka. Alquran adalah kitab yang menjadi sumber bagi semua sumber hukum yang menjiwai semua konstitusi . Oleh karena itu, kitab ini diyakini sebagai penyelamat dari semua hiruk pikuk kehidupan dan penghantar pada kebahagiaan hakiki. Sedangkan modernisasi merupakan gerakan dunia canggih yang akan membawa manusia pada dunia dimana “instanisme” berkuasa. Segala sesuatu akan bergerak secara cepat dengan pekerjaan yang lebih mudah dan kualitas yang lebih baik.
Permasalahan yang tampak sekarang bahwa nilai-nilai sakral keduanya telah hilang. Kesejatiannya mulai ditinggalkan oleh manusia itu sendiri. Alquran dipolitisi dan diinterpretasikan sesuai dengan kebutuhan pribadi masing-masing. Kitab suci yang memuat perundang-undangan dunia tak ubahnya boneka yang dapat dipermainkan oleh siapa, dimana, dan kapan saja. Begitu juga dengan modernisasi, keasliannya sudah direnggut dan dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat temporer. Implikasinya, kehadiran modernisasi tidak dapat membawa kebahagiaan, bahkan keingungan semakin rentan menimpa manusia dalam menjalani hidupnya.
Dalam konteks seperti ini, perenungan kembali terhadap nilai-nilai Alquran dan modernisasi patut dibutuhkan. Bagaimana Alquran mampu diterjemahkan dalam konteks nyata dengan bentuk aplikasi nilai sakralnya. Begitu juga modernisasi, bagaimana kecanggihan teknologi dapat dijadikan kesempatan emas untuk meraih ketenangan, kenyamanan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Untuk mendapatkan hal tersebut maka Alquran dan modernisasi harus dikompromikan sehingga menjadi satu kekuatan yang akan memberikan jalan terang. Modernisasi harus berjalan sesuai dengan aturan yang telah tertuang dalam Alquran dan Alquran harus terus diinterpretasikan sesuai dengan perkembangan zaman dengan tanpan meninggalkan nilai sakralnya.
Dengan demikian, modernisasi yang saat ini menjadi bumerang kehidupan manusia akan lunak dengan sendirinya. Alquran yang dianggap tidak relevan dengan zaman akan menemukan kembali reputasinya. Akhirnya, kebahagiaan hakiki akan didapat, toh walaupun zaman terus berkembang secara pesat. Abduh (2004:112) menyatakan adanya ikatan nilai antara Alquran dengan modernisasi akan dapat mempertemukan manusia pada kebahagiaan hakiki dalam kemudernan sejati. Wallahua’lamu bisshawabi



* Penulis adalah alumni PP Annawari
Sera Tengah Bluto Sumenep

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...