Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Jumat, 03 April 2009

Pemerintah dan Kualitas Pendidikan Jatim

Pemerintah dan Kualitas Pendidikan Jatim
Oleh: Tirmidzi*


Dengan proses yang cukup melelahkan, akhirnya pesta demokrasi jatim telah rampung. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) sebagai gubernur jatim terpilih preode 2009-2014 pada tanggal 30 Janunari dan pelantikannya dilaksanakan 12 Februari kemaren. (Dumas/13/02)
Keputusan tersebut menjadi titik awal bagi gubernur terpilih untuk membangun pemerintahan baru dan membuktikan serta mewujudkan visi-misi dan program-program sebagaimana telah dilontarkan pada waktu kampanye. Sudah tiba waktunya, mereka bekerja dan mengabdi kepada masyarakat. Pejabat gubernur jatim, Setia Purwaka, berharap semua pihak legowo dan menerima hasil putusan pemilihan gubernur jatim. Sebab saat ini adalah waktu untuk kembali bekerja memperbaiki kesejahteraan masyarakat jatim, bukan untuk menghabiskan anggaran yang begitu besar hanya berkutat pada pemilu. Akankah pilgub yang kurang lebih menghabiskan 830 Miliyar akan digenapkan 1 triliun? Kapan anggaran untuk memperbaiki kehidupan masyarakat? Kapan program akan dijalankan? (Kompas/29/01/09).
Salah satu program yang diusung gubernur terpilih dan yang patut diingat adalah perwujudan pendidikan berkualitas. Mengingat sampai saat ini kualitas pendidikan jatim masih jauh dari harapan. Dinas Tenaga Kerja jatim mencatat bahwa sapai tahun 2008, pengangguran di jatim mencapai 1,2 juga orang. Sementara Badan Pusat Statistik mencatat rata-rata lama sekolah masyarakat jatim hanya 7,2 tahun.
Kedua catatan tersebut antara lain dikaitkan dengan kualitas pendidikan. Pun juga, hal itu memancing perdebatan, apakah pendidikan akan diarahkan untuk kepentingan pragmatis semisal menjadikannya sebagai media mendapat pekerjaan, atau diorientasikan pada orientasi sejatinya, yakni memanusiakan manusia. Perdebatan semacam itu terus akut di lingkup jatim, dan sepertinya masih menjadi teka-teki yang belum terjawab.
Dalam hal itu, pasangan Karsa (baca: Pemerintah baru) memberikan inisiatif yang cukup konstruktif. Mereka berinisiatif untuk mengompromikan kedua orientasi tersebut. Di satu sisi, pendidikan dapat dijadikan media pencapaian tujuan pragmatis, tapi di sisi yang berbeda pendidikan juga harus dijadikan sebagai wahana untuk memanusiakan manusia. Walau dalam sisi yang berbeda, menurut mereka dalam prosesnya dapat disatukan dan dikompromikan, sehingga anak didik mendapatkan keduanya sekaligus.
Dalam implementasinya, mereka merincikan sebagai berikut; untuk pendidikan dasar, pemanusiaan itu diwujudkan dalam bentuk pemberian kesempatan kepada setiap anak didik untuk mengenali dan mengembangkan potensinya. Di tingkap pendidikan menengah dan tinggi, maoritas anak didik harus diarahkan untuk memenuhi pasa tenaga kerja dengan cara dilanjutkan pada pendidikan yang lebih menekankan keterampilan semacam SMK, Diploma, atau Politeknik, dan semacamnya.
Di sampang program tersebut, mereka juga sadar bahwa semua rencana pendidikan akan sia-sia tanpa guru dan kurikulum yang berkualitas. Guru menjadi penentu sukses-tidaknya proses transfer ilmu. Kalau kualitas guru baik, maka kualitas ilmu yang ditransfer juga akan baik, dan sebaliknya. Begitu juga dengan kurikulum, tanpa kurikulum yang bermutu proses transfer ilmu akan sulit berjalan dengan mulus. Pasalnya, kurikulum menjadi system yang menentukan seperti apa ilmu yang akan diajarkan. (Kompas/27/01/08).

Garansi
Sampai saat ini, sepertinya pemerintah hanya berbicara tentang kualitas pendidikan, dimana hal itu bulum tentu menjamin kesuksesan anak didik secara komprehensif, karena perbedaan psikodemografis dan psikoligis tidak dapat dielakkan. Semisal program pendidikan karsa di muka, adakah jaminan kepada anak yang tidak bisa menangkap pelajaran yang dicita-citakan dan ditargetkan? Solusi apa yang mereka ajukan ketika mendapat ketidakmerataan seperti itu? Akankah anak didik harus mengulang lagi dalam kelas yang sama? dan masih banyak lagi pertanyaan terkait dengan hal tersebut.
Dengan demikian, persepsi penulis tugas pemerintah (baru) bukan hanya mendesain pendidikan menjadi berkualitas, tapi lebih dari itu mereka bisa menjamin terwujudnya out put yang mumpuni dalam segala bidang—terutama bidang keilmuan dan keterampilan—secara merata dan menyeluruh. Jaminan mutu pendidikan demikian pada hakikatnya harus lebih dikedepankan oleh pemerintah ketimbang membincang kualitas pendidikan yang tidak pernah terwujud, karena penulis yakin jaminan mutu akan mengarah pada pendidikan yang berkualitas. Tapi sayang, sepanjang perjalanan pendidikan kita masalah jaminan mutu tidak pernah disentuh, yang terjadi hanyalah mitos, bombastisme iklan, dan ukuran-ukuran mutu pendidikan yang tidak rasional.
Itulah yang harus dicita-citakan oleh pemerintah saat ini. Memang mungkin akan terasa berat, makanya kometmen baru dan pemikiran kreatif patut dibutuhkan. Pada hakikatnya banyak langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai cita-cita tersebut. Salah satu langkah konstruktifnya adalah membuat kebijakan pendidikan bergaransi. Pendidikan bergaransi dimaksud adalah sebuah program pendidikan tambahan ketika terdapat anak didik yang tidak bisa mencapai target yang ditentukan. Di sinilah mereka dituntut untuk membuat standart atau target capaian yang jelas dalam proses pendidikan dan pengajaran.
Dalam implementasinya, setiap lembaga pendidikan membuat keterangan garansi, apapun bentuknya, tentang kualitas yang akan dihasilkan dan jaminan yang akan diberikan, tentunya kemudian disosialisasikan kepada anak didik, wali, dan pihak lembaga tersebut. Dalam buku The Learning Revolution, Gordong Dryden dan Jeannette Vos (1999) menyebutkan bahwa lembaga pendidikan South Bay Union School District Imperial Beach, California Selatan, memberikan garansi tertulis yang berisi “kometmen sukses dalam membaca” bagi anak didiknya. Lembaga ini menjamin semua anak didik akan mampu membaca setara atau diatas rata-rata rasional sebelum mereka naik ke kelas dua. Jika para terdapat anak didik yang tidak mencapat target maka lembaga berjanji akan memberikan les private intensive secara gratis.
Lebih hebat lagi, Master Academy and College Canada menjamin anak didiknya menjadi pelajar unggul sebelum berusia 12 atau 13 tahun. Garansi ini dirumuskan berdasarkan turunan dari visi dan misi yang kuat dan mapan. Visi-misi lembaga ini itu adalah “mengembangkan pelajar unggul yang kelak menjadi pekerja yang berpengalaman di abad 21, kaum muda dengan prestasi akademik cemerlang dan berbudi pekerti mulia”.
System pendidikan kedua Negara tersebut yang sepatutnya direalisasikan dalam konteks pendidikan kita dewasa ini, utamanya pemerintahan baru yang akan segera terbentuk terlepas apakah pendidikan itu akan dijadikan sebagai media mencapai orientasi pragmatis atau orientasi sejatinya, memanusiakan manusia sebagaimana disebutkan di awal tulisn ini. Sekali lagi, pemerintah bukan hanya membentuk pendidikan yang berkualitas tapi juga dapat menjamin mutu out putnya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi.


*( Penulis Adalah Pustakawan Pondok Pesantren Annawari
Bluto Sumenep Madura
Tulisan ini telah Dimuat Di Harian Duta Masyarakat 2008


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...