Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Jumat, 03 April 2009

Politik dan Mata Hati

Politik dan Mata Hati
(Sebuah Pemahaman terhadap Problematika Sosial)
Oleh Tirmidzi*


sudah menjadi culture di Indonesia sejak rezim orde baru sampai sekerang, penipuan para penguasa atau elit politik terhadap rakyat. Rakyat dijadikan sumber kesalahan supaya mereka bisa lari dari problem yan mereka hadapi dan dianggapnya akan membahayakan dirinya. Kebiasaan yang tidak bertanggungjawab itu apabila dibiarkan begitu saja makan akan menyebabkan masalah yang lebih besar lagi. Permasalahan yang jelas di antaranya adalah hilangnya rasa empati dan simpati penguasa terhadap rakyat itu sendiri. Sehingga akhirnya mereka hanya dijadikan incaran yang selalu didiskreditkan melalui kekuasaan dan politik penguasa yang tidak bermoral.
Apakah mereka (penguasa) tidak ingat bahwa rakyat yang telah memberikan legitimasi serta kepercayaan kepda mereka untuk menjadi pengasa?, apakah mereka lupa bahwa rakyat yang menjadi wasilah bagi mereka sehingga mereka bisa berpolitik?, dan mereka lupa apa sebenarnya politik itu.
Mungkin pertanyaan-pertanyaan itulah yang patut diajukan kepda mereka saat ini. Karena mereka sudah berbalik arah. Mereka lupa terhadap janjinya ketika mereka mau mencalonkan diri menjadi penguasa (kampanye), semua janji-janji mereka saat itu hanya sebagai hiasan bibir (lips service) dan sekedar hiburan yang menjanjikan (entertainment) serta permainan kata dan politik belaka. Rakyat dijadikan tumbal kebutuhan pribadi mereka, dan lebih ironis mereka telah lupa esensi politik itu sendiri yaitu bahwa politik bertujuan untuk mengelola dan mengatur pemerintahan demi kemaslahatan bersama terutama rakyat dengan prinsip keadilan tentunya. Mereka lupa segalanya, yang mereka ingat hanya bagaimana mereka bisa meraih kekasaan politik an sich, dengan stigma “aku harus berkuasa walupun rakyat menjadi tumbalnya”. Mereka sudah tidak sadar bahwa dirinya adalah beragama yang semestinya mereka harus mengedepankan hati nurani, rasionalitas, dan logika bukanlah ego dan ambisi.
maka buku yang berjudul “Vox Populi Vox Dei”, suara rakya suara Tuhan yang ditulis oleh Benny Susetyo yang kerap dikenal dengan Romo Beny, hadir di hadapan pembaca sekalian untuk mengupas bagaimana hubungan serta korelasi antara mata hati dengan kekuasaan itu sendiri. Menurut penulis buku ini mata hati dengan kekuasaan adalah seperti dua mata sisi uang yang tidak dapat dipisahkan, yang satu menjadi penyempurna bagi yang lainnya. Mata hati merupakan pusat kedalaman hidup yang mencerminkan perasaan dan pikiran yang jernih. Sedangkan kekuasaan adalah candu yang akan selalu menghadirkan ego dan ambisi. Jadi keduanya harus dipadukan. Dan apabila demikian maka tidak akan terjadi yang namanya kesenjangan antara teori dan praktik sebagaimana yang kerap terjadi saat ini.
Realita mengatakan bahwa para penguasa saat ini sudah tidak memiliti mata hati, toh walaup mereka punya sudah tidak memiliki kekuatan untuk membaca sekaligus menggunakannya. Mereka memiliki jiwa, perasaan, dan nurani tapi semuanya sudah tumpul, sudah tidak berguna lagi apabila dihadapkan dengan realitas yang terjadi. Sehingga yang terjadi sekarang adalah ketidakadilan, ketidakjujuran, dan keculasan yang selalu menyertai perjalanan bangsa dan Negara saat ini.
Mereka tidak merasa ketika BBM dinaikkan, pajak, listrik, dan lainnya bahwa rakyat potang-panting kesana kemari untuk memperjuangkan dan menahan hidup. Memang benar alasan mereka bahwa hal itu dilakukan karena kepentingan bersama sehingga mereka menganggapnya hal yang wajar. Tapi bagi rakyat hal itu sangat menyakitkan, itu merupakan pukulan yang memukul dhahir bathin mereka. Kita semua bisa melihat betapa rakyat kecewa melihat orang-orang yang telah dipilihnya, tapi mereka hanya mementingkan dirinya. Rakya dijadikan perantara untuk mendaptkan segalanya, dan apabila semua keinginannya tercapai “selamat tinggal rakyat” itulah kata yang keluar dari mulut congkaknya.
Di samping itu juga dengan buku ini kita akan mendapatkan banyak istilah yang berkaitan dengan penguasa, kekuasaa, dan mata hati yang menurut kami sangat menarik untuk dibaca. Dengan bahasa yang indah dan lahjah yang variatif Romo Benny menjelaskan dengan detil dan mudah dimengerti. Di antara istilah itu misalnya dalam pengantarnya dia menyatakan “akhirnya bangsa ini hidup dalam metalitas ‘seolah-olah’. Seolah-olah ada pemimpin meskipun fungsinya sudah hilang, seolah-olah ada parpol tapi hanya menjadi media pertengkaran”. Dan masih banyak istilah dalam buku ini yang tidak dapat disebutkan.
Dengan uraian di atas, maka sudah jelas bahwa buku ini sangat tepat untuk dijadikan refrensi bersama, utamanya bagai para pemudah sebagai penerus bangsa yang akan meneruskan perjuangan serta pembangunan. Agar pemerintahan selanjutnya lebih mengedepankan moralitas dan mata hati ketimbang ego dan ambisi. Fungsi pemerintahan sangat jelas. Mudah-mudahan tercapai. Amien.


* Penulis adalah Penduduk Asli Seratengah Bluto Sumenep
Artikel ini ditulis pada tahun 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...