Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Jumat, 03 April 2009

Bersatu Melawan Korupsi

Bersatu Melawan Korupsi
Oleh: Tirmidzi*


Semarak tindak korupsi di Jawa Timur saat ini merupakan tamparan yang mahakeras bagi masyarakat jatim. Di tengah terpuruknya perekonomian masyarakat, masih ada oknum atau kelompok yang berani melakukan pengurasan ekonomi dengan tindak korupsi. Padahal kalau mengacu pada tahun kemaren (2006) jatim sudah terdaftar sebagai ranking tiga Provinsi terkorup. Apakah jatim ingin merebut ranking pertama pada tahun ini. Pertanyaan itulah yang terngiang di telinga karena sering dilontarkan oleh masyarakat jatim.
Dan yang lebih tragis, tindak korupsi di jatim saat ini dilakukan oleh wakil-wakil masyarakat yang secara perekonomian bisa dikatakan cukup atau bahkan lebih. hal itu terbukti dengan terungkapnya beberapa kasus dan penahanan beberapa terdakwa yang kesemuanya (pernah) menduduki posisi strategis dalam masyarakat, khususnya mereka yang diberikan amanah dan tanggung jawab sebagai wakil masyarakat. Penahanan mantan Bupati Jember dan Sekkabnya, mantan Wali Kota Mojokerto, dan yang lainnya dapat dijadikan bukti konkritnya. Yang tersebut itu hanya segelintir saja yang saat ini banyak diekspos oleh media dan nampak di hadapan masyarakat. Secara jujur, sebenarnya masih banyak wakil-wakil masyarakat yang melakukan tindakan yang sama, namun belum terungkap atau sengaja tidak diungkap.
Padahal menurut akal, tindakan (korupsi) yang dilakukan oleh wakil-wakil masyarakat tersebut merupakan absurditas yang tidak akan terjadi. Sebab diketahui bahwa mereka sudah disumpah untuk menjalankan amanah yang diembannya dengan sebaik-baiknya dan tidak menyalahi aturan yang ada. Mereka sudah dipercaya oleh masyarakat sebagai pembawa kesejahteraan, keamanan, dan keadilan daerah mereka masing-masing khususnya, dan daerah jatim secara umum. Mereka juga sudah dianggap sebagai “orang tua” yang akan mengatur dan memperbaiki serta memberi uswatun hasanah dalam kehidupan bermasyarakat. Tapi realitas menunjukkan sebaliknya. Kekuasaan yang diamanahkan hanya digunakan untuk menyejahterakan dirinya, keluarganya, dan kelompok-kelompoknya. Sedangkan masyarakat telah merke campakkan. Kepercayaan yang diberikan masyarakat dibalas dengan kebohongan dan keculasan. Seperti dalam pepatah “air susu dibalas dengan air tuba”.
Kenyataan demikian tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Perumbuhan tindak korupsi akan menjerumuskan masyarakat pada jurang kemiskinan dan kesulitan yang kesekian kalinya, setelah mereka harus terlonta-lonta dengan kenaikan BBM dan krisis moneter yang terus menghantui kehidupan mereka. Di samping itu, pertumbuhannya akan menyisakan titik hitam bagi jatim itu sendiri setelah mendapat titik merah pada tahun lalau. Sudah saatnya sekarang seluruh masyarakat juga merasakan kenyamanan hidup sebagaimana saudara-saudaranya yang berada dalam kehidupan mapan. Oleh karena itu, sekarang kita dituntut untuk mencari sebab yang mengantarkan “bapak” kita pada perlakuan yang mendistorsi kehidupan masyarakat dan kemudian mencari langkah antisipatif-solutif bagaimana mereka bisa sadar dan tidak melakukan lagi tindakan tersebut. Yang jelas, ada banyak sebab yang mendorong mereka untuk melakukannya, bergantung pada seberapa jauh kita menilai dan seberapa banyak sudut pandang yang kita gunakan dalam penilaian.
Dalam tulisan ini hanya akan dijelaskan dua hal penting, kaitannya dengan pola pikir yang mereka gunakan. Dan kedua hal berikut merupakan salah satu sebab mengapa mereka terdorong untuk melakukan tindakan korupsi, yaitu pola pikir materialis dan individualis. Kedua pola pikir tersebut dianggap penting karena erat hubungannya dengan keperibadian seseorang. Hal itu juga diperkuat oleh pernyataan Prof. Dr. Ali Aziz, ketika menjadi pembicara dalam acara workshop "character-building for future" leader yang diadakan oleh Mahasantri IAIN sunan ampel beberapa hari yang lalu, bahwa apabila fikiran dan nafsu dipenuhi oleh bayangan materi maka terbentuklah pribadi materialis. Menurutnya, pribadi-pribadi seperti itulah yang sekarang menguasai Negara kita, sehingga Negara ini tercatat sebagai ranking nomor 6 negara terkorup. Pernyataan tersebut menurut penulis juga sangat tepat menggambarkan wakil masyarakat di jatim ini.
Pertama, pola pikir materialis. pola pikir dalam level ini dipenuhi oleh bayangan materi, memandang segala sesuatu menurut ukuran materi. Jumlah mobil, rumah mewah, perhiasan melimpah, telfon genggam bagus, dan harta yang menumpuk dijadikan parameter kebahagiaan dan kesuksesan hidup, sehingga tujuan utama dalam hidup ini hanya untuk meraup materi sebanyak-banyaknya. Pola pikir yang demikian yang kemudian menciptakan paradigma baru (new paradigm) bahwa seseorang dikatakan sukses apabila dia mapan secara materi. Penilaian terhadap seseorang tidak lagi bertumpu pada intelektualitas, moralitas, dan keperibadiannya, tapi lebih condong pada materi yang dia miliki.
Secara tidak sadar, pola pikir seperti ini akan menuntut penggunanya berlomba-lomba untuk mengejar materi (uang) karena bagi mereka kehidupan adalah materi, hidup adalah uang, waktu adalah uang, semuanya adalah uang. Toh walaupun terkadang mereka lupa pada amanah dan tanggung jawab yang diembannya demi mendapat uang. Mungkin pola pikir seperti itulah yang juga digunakan oleh wakil masyarakat jatim sehingga mereka melakukan tindak korupsi tanpa melihat perekonomian masyarakat.
Kedua, pola pikir individualis. Kalau meminjam bahasa Dedy Purwanto, individualis adalah sifat keakuan. Yang penting aku bahagia, aku sukses, aku senang, aku kenyang, aku juara, aku menang, aku kaya, dan “aku-aku” yang lainnya. Pola pikir seperti yang kedua ini juga (sepertinya) digunakan oleh wakil masyarakat kita. Terbukti, mereka dengan bangga melakukan tindak korupsi tanpa melihat saudara-saudaranya di sekelilingnya. Padahal diyakini bahwa mereka tahu jumlah kemiskinan yang terus meningkat, gelandangan dan anak jalanan yang terus membeludak, pengamin, dan saudara-saudara lain yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Di samping itu, masih nampak jelas bagi kita bagaimana saudara kita di Porong Sidoarjo, mereka harus kehilangan pekerjaan, rumah, perhiasan, bahkan sanak familinya. Dan sampai sekarang mereka belum mendapat santunan sehingga mereka setiap hari tetap terlonta-lonta mencari kehidupan. Sejatinya, seseorang apabila mengingat hal tersebut hatinya akan terbuka, tapi bagi orang yang berpola pikir individualis hal itu hanyalah fenomena yang tidak usah difikirkan, dalihnya yang penting aku selamat.
Kalau memang kedua pola pikir tersebut yang digunakan oleh wakil masyarakat jatim maka kehancuran sudah bisa dibayangkan. Oleh karena itu, pencarian solusi sudah merupakan keniscayaan. Berpangku tangan dan merasa empati tidak akan menyelesaikan masalah korupsi, tapi bahkan memberi kesempatan besar bagi mereka untuk melakukan tindak korupsi dengan leluasa.

Harus Bersatu
Ada pernyataan bahwa pemberantasan korupsi bukanlah hal yang mudah. Pernyataan tersebut betul mengingat tindak korupsi saat ini bukan secara individual tapi struktural. Tapi sikap psimis seperti itu bukan sebuah solusi yang seharusnya dikubur dalam-dalam. Sekarang saatnya kita bersama, mulai dari masyarakat, tokoh masyarakat, LSM, dan pemerintah, membangun kekuatan untuk membasmi korupsi.
Masyarakat dan tokoh masyarakat memiliki potensi besar yang patut diperhatikan. Terutaman para tokoh mereka memiliki otoritas sosial yang yang dijadikan panutan oleh mayoritas masyarakat. Biasanya, ketika seorang tokoh menyatakan sesuatu siapapun akan segera mengikutinya. Kaitannya dengan pemberantasan korupsi, mereka bisa dijadikan speaker leaders untuk melakukan penyadaran terhadap masyarakat termasuk koruptor, lebih-lebih para koruptor yang menggunakan dua pola pikir sebagaimana disebutkan yang sangat erat kaitannya dengan keperibadian seseorang. Kita tahu bahwa mereka memiliki banyak cara dan media untuk melakukan hal itu, misalnya di masjid sebagaimana tawaran Muh Khalid, majlis ta’lim, atau dengan pengadaan acara-acara seremonial seperti semilika, dialog, workshop, dan lainnya yang terkait tindak korupsi. Namun yang perlu diingat bahwa semua itu tidak terlepas dari partisipasi dan dukungan dari masyarakat setempat. Program-program seperti itu akan sedikit banyak memengaruhi keperibadian seseorang, termasuk koruptor.
Selama ini, peran masyarakat dan tokoh masyarakat tidak begitu jelas terlihat, terlepas apakah mereka tidak sempat melakukannya atau mereka memang memasrahkan kepada pihak pemerintah sepenuhnya. Dalam dunia global, dimana permasalahan semakin kompleks, termasuk tindak korupsi, sudah saatnya seluruh elemen masyarakat memiliki andil dan kesempatan yang sama untuk menciptakan keamanan dan kesejahteraan hidup, tentunya pertam sekali mereka harus membangun persepsi dan kometmen bersama.
Di samping peran masyarakat dan tokoh, LSM dan pemerintah, selaku lembaga yang memiliki otoritas konstitusional, juga harus lebih ekstra dalam menjalankan tugasnya. Ketegasan dalam pengambilan keputusan harus betul-betul akuntabel, tanpa ada pemihakan sedikitpun. Saudara tetap saudara tapi korupsi tetap korupsi, mungkin jargon seperti itulah yang musti dibangun oleh mereka, sehingga rasa belas asih dan setengah hati dalam penanganan tindak korupsi tidak lagi melekat dalam diri mereka.
Sebagai kata akhir, mari kita bangun jatim dengan bersama-sama, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Dengan persatuan dan tekad bulat kita wujudkan jatim tanpa korupsi, aman, adil, dan sejahtera.


* Penulis adalah Alumni PP. Annawari Seratengah
Bluto Sumenep Madura

1 komentar:

  1. yap,setidaknya mari mulai dari kita sendiri dulu utk memberantasnya.

    BalasHapus

Tahnks atas komentarnya...