Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Jumat, 03 April 2009

New Commetment Dunia Pendidikan Kita

New Commetment Dunia Pendidikan Kita
Oleh: Tirmidzi*


Bapak Pendidikan Nasional bangsa Indonesia, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau lebih dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara, lahir pada tanggal 2 Mei Tahun 1889. Dikatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional karena beliau yang kali pertama meletakkan dasar-dasar pendidikan untuk mencerdaskan bangsa secara komprehensif, tanpa membedakan agama, etnis, suku, adat, ekonomi, stratifikasi sosial, dan semacamnya. Beliau adalah orang yang sangat peduli dengan pendidikan. Buktinya, beliau mendirikan Institut Tamansiswa dan lembaga-lembaga lain untuk mengembangkan dunia pendidikan negara Indonesia serta menghabiskan hidupnya untuk dunia pendidikan.
Oleh karena itu, pemerintah menetapkan hari kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan sebagai Hari Pahlawan Pergerakan Nasional (Papernas) melalui surat keputusan Presiden RI no. 305 Tahun 1959. Mengingat afresifitas dan progresifitas beliau pada dunia pendidikan, hari kelahiran beliau merupakan momen berharga bagi bangsa Indonesia. Momen untuk mengingat sosok beliau dalam memperjuangkan pendidikan sekaligus untuk mengevaluasi pendidikan yang diterapkan saat ini.
sebagaimana diinformasikan saat ini, baik di media cetak atau media visual, bahwa pendidikan saat ini sudah kehilangan spiritnya. Pendidikan hanya tinggallah sebuah nama yang tidak berpengaruh terhadap kehidupan bangsa. Kalaim-kalaim buruk disandangkan, seperti pendidikan hanya media politik penguasa, pendidikan terlalu elitis, dan lainnya. Bahkan, sampai ada buku yang berjudul “Politik Pendidikan Penguasa” yang ditulis oleh Benny Susetyo. Dalam buku tersebut dibahas betapa buruk pendidikan negara kita saat ini. Klaim-kalaim buruk tersebut terus berkembang. Terlebih, akhir-akhir ini kasus-kasus yang terkait dengan pendidikan terus melonjak. Kekerasan yang semakin meningkat, ijazah palsu yang terus beredar, jual-beli gelar yang membudaya, dapat dijadikan bukti konkrit wajah suram pendidikan saat ini. Dan yang lebih tragis, ketika lembaga pendidikan harus menelan korban sebagaimana yang terjadi di IPDN beberapa hari yang lalau.
Pendidikan saat ini gagal mencetak bangsa yang berkualitas. Sangat wajar ketika Benny (2004) menyatakan bahwa pendidikan saat ini hanyalah media yang mencetak bangsa untuk menjadi orang pintar bukan orang cerdas. Kepintaran dan kecerdasan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kepintaran tanpa kecerdasan bagaikan burung yang kehilangan satu matanya. Persepesi tersebut sangat benar. Terbukti, setiap tahun Indonesia mengeluarkan ribuan atau bahkan jutaan sarjana, tapi mereka tidak dapat mengubah keadaan bangsa dan negara ini. Bahkan, ada sebagian oknum dengan kepintarannya malah menjadi bumerang negara ini.
Kegagalan dan keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh banyak factor. Tapi menurut hemat penulis yang paling dominan adalah tiga komponen berikut. Pertama, Pemerintah selaku pemegang kebijakan. Kedua, masyarakat sebagai pembuat gagasan yang kemudian diajukan kepada pemerintah sekaligus sebagai objek dan penggerak pendidikan itu sendiri. Ketiga, sistem yang dijadikan cara atau metode untuk merealisasikan program kependidikan, tentunya sistem yang telah disepakati bersama oleh pemerintah dan masyarakat.
Ketiga komponen tersebut harus sinergis, tidak ada kepincangan. Pemerintah sendiri tanpa masyarakat tidak akan mampu menjalankan tugas kependidikan secara mapan dan integeral. Begitu juga masyarakat, tanpa dukungan dari pemerintah mereka tidak akan mampu menjalankan program secara efektif. Dan semua itu tidak terlepas dari keterlibatan sistem yang digunakan. Sistem yang baik akan sangat mendukung terhadap kualitas pendidikan. Jadi, ketiganya umpama sisi segi tiga, ketika salah satu sisinya dihilangkan maka “segi” tersebut akan pincang dan tidak dapat disebut sebagai segi tiga lagi.

New Commetment
Setelah penulis melihat fenomena yang terjadi, sebenarnya salah satu sebab kegagalan pendidikan saat ini adalah tidak adanya kometmen dan semangat di kalangan pemerintah dan masyarakat. Contoh kecil, polemik ketidaklulusan siswa dalam UAN bulan lalu. Salah satu pihak (pemerintah) menyatakan bahwa ketidaklulusan beberapa siswa dikarenakan minimnya profesionalitas dan kreativitas lembaga pendidikan yang bersangkutan. Sedangkan di pihak yang lain (masyarakat) menuding bahwa pemerintah terlalu tinggi menentukan standar kelulusan siswa tanpa melihat fasilitas yang mereka berikan.
Dengan contoh tersebut jelas bahwa antara pemerintah dan masyarakat terdapat kesenjangan dan tidak ada kometmen bersama. Mereka tidak lagi melihat pendidikan sebagai kebutuhan bersama. Sehingga, mereka cenderung menggunakan sistem mereka masing-masing.
Ketika demikian halnya, maka dapat dipastikan cita-cita Negara, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa”, sulit tercapai. Kalimat itu hanya akan menjadi dokumentasi tanpa makna dan tidak memberi pengaruh signifikan terhadap perkembangan negara, khususnya dalam sektor pendidikan.
Dengan demikian, langkah antisipatif pertama dan utama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah membangun kometmen bersama seluruh elemen masyarakat untuk membawa pendidikan kita pada ranah yang lebih maju secara bersama. Sudah saatnya mereka (pemerintah dan masyarakat) merasa malu terhadap negara-negara tetangga di wilayah Asia yang sudah maju mendahului negara kita ini, seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, Filipina, terlebih kepada Malayasia.
Masih terbersit dalam fikiran kita bahwa pada tahun 70-an, dalam dunia pendidikan Malaysia masih belajar pada Negara kita ini. Banyak pemuda Malaysia yang dikirim ke Indonesia untuk menimba ilmu di berbagai perguruan tinggi. Selain itu, pemerintahan Malaysia sering kali mengimpor banyak guru, dosen dan peneliti dari Indoensia untuk mengembangkan pendidikan di sana. Namun sekarang, dalam bidang pendidikan Malaysia telah jauh meninggalkan Indonesia. Bahkan Indonesia sekarang harus “berguru” kepada Malaysia.
Mungkin kehadiran Hari Pendidikan Nasional saat ini dapat dijadikan media muhasabah untuk memperbaiki sektor pendidikan kita. Bagaimana kita bisa mengubah pendidikan yang “menakutkan” menjadi pendidikan yang benar-benar mencerahkan. Bagaimana kita dapat berkometmen untuk memajukan pendidikan sebagaimana yang telah dilakukan oleh the founding father negara kita terdahulu, termasuk Ki Hadjar Dewantara.
Kometmen dan semangat baru tersebut diharapkan dapat manampilkan wajah pendidikan yang baru pula, tentunya pendidikan yang benar-benar berorientasi pada pencerdasan bangsa. Dan akhirnya, pendidikan tersebut dapat melahirkan “Ki Hadjar-Ki Hadjar” baru yang mampu membawa Indonesia pada masa depan yang lebih cerah.
Sebagai kata akhir semoga perayaan Hardiknas 2 Mei 2007 kemaren dapat memberi konstribusi positif, dalam artian perayaan yang kita laksanakan bukan hanya dalih agar kita selaku bangsa Indonesia tidak dituduh sebagai orang yang tidak peduli pendidikan, tapi lebih dari itu yaitu dapat menggugah semangat serta kometmen kita untuk mewujudkan pendidikan yang mencerdaskan bangsa. Wallahu ‘alam bi al shawab.


* Alumni PP. Annuqayah Madura
Sekarang Menjabat Ketua II Litensi Pesma IAIN Supel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...