Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Jumat, 03 April 2009

ISLAM DAN TERORISME

ISLAM DAN TERORISME

Oleh: Tirmidzi*

Permasalahan krusial yang masih sering diperdebatkan saat ini adalah terorisme. Terorisme menjadi polemik panjang dalam kancah lokal, nasional, bahkan internasional. Negara Indonesia, selaku Negara berpenduduk islam terbesar, menjadi objek tudingan sebagai sarang teroris, dalam skala yang lebih spesifik pesantren sebagai lembaga pendidikan islam tradisional. Kasus Abu Bakar Ba’asyir, Amrozi, Ali Imron, Hambali, dan kroni-kroninya turut memperkuat tudingan tersebut.
Di tengah semarak tudingan tersebut, umat islam seantero dunia terperangah dan bangkit, kemudian mengadakan verifikasi apakah benar agma islam identik dengan terorisme. Dalam waktu yang relatif lama, mereka berdialog antara satu dengan yang lain, baik dalam forum formal atau nonformal. Semakin hari, isu terorisme di kalangan islam semakin memanas dan tak pernah habis bahkan sampai sekarang masih sering diperdebatkan. Sebenarnya perdebatan seperti itu sebagai medium untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif sehingga permasalahan, tentang terorisme khususnya, menjadi clear. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya, perdebatan tersebut menyisakan ketegangan dan ambivalensi di antara umat islam itu sendiri. Pasalnya, perdebatan tersebut berujung pada pemahaman yang kontroversial, dan tidak dapat disatukan. Satu sisi ada pihak yang menyatakan bahwa terorisme dilarang dalam islam, namun di sisi yang lain ada pihak yang menyatakan bahwa terorisme dalam islam menjadi sebuah keharusan. Tidak berhenti di situ, sering kali antara kedua pihak terjadi tarik ulur persepsi dan bahkan sampai pada klaim pengafiran.
Ketika demikian halnya, perdebatan yang direncanakan sebagai problem solving malah menjadi problem counter. Sebenarnya, perdebatan merupakan hal yang biasa yang mungkin dikarenakan oleh perbedaan sudut pandang, cara, atau pendekatan yang digunakan. Ketika perbedaan itu disikapi secara arif dan bijak akan menjadi kekayaan khasanak keilmuan tersendiri. Tapi ketika ada klaim pengafiran, perdebatan dan perbedaan itu sudah menjadi permasalahan besar yang harus segera dicarikan solusinya, karena sudah memasuki ranah ideologis-teologis yang nantinya berimplikasi pada keimanan dan keyakinan seseorang.
Untuk itu, gagasan ini ditulus sebagai solusi atau setidaknya menjadi jalan tengah yang menjembatani kedua pihak kontroversial tersebut. Dengan harapan, dengan gagasan ini mereka tidak lagi terjebak pada perdebatan nihil tanpa arti. Apalagi mengingat kompleksitas permasalahan bangsa dan Negara saat ini, seperti kemiskinan yang melonjak, pendidikan yang elitis, pereokonomian yang anjlok dan permasalahan lainnya. Pun juga ketika ada tendensi bahwa kehadiran isu terorisme dalam islam terdapat unsur kesengajaan dari oknum tertentu, yang jelas dari luar islam, untuk menghancurkan agama islam dan penganutnya.

Klarifikasi
Untuk mempermudah proses klarifikasi pertama akan dijabarkan dalil-dalil dari kedua pihak tersebut. Dalil-dalil ini yang sering digunakan sebagai penguat ketika mereka berdialog. Pertama, dalil pihak yang kontraterorisme. Biasanya pihak ini menggunakan ayat-ayat yang terkait dengan spirit murni islam yaitu perdamaian, misalnya “wahai Muhammad serulah manusia pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik, sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya” (Annahl:25), dan ayat “telah kami tetapkan kepada Bani Israil bahwa siapapun yang membunuh seseorang tanpa ada bukti yang bahwa ia telah melakukan pembunuhan atau kefasidan di muka bumi ini, maka dia sama seperti telah membunuh seluruh umat manusia” (al Maidah: 32), dan ayat-ayat lain yang memuat seruan perdamaian dalam islam.
Di samping ayat Alquran tersebut, juga terdapat Hadis Nabi dan perkataan sahabat (qaulus shahabah) yang dijadikan dalil oleh pihak pertama ini. Sebagai misal Hadis Nabi yang menyatakan bahwa aksi teror merupakan tindakan yang tercela dan dilaknat. Sejalan dengan Hadis tersebut, Imam Shadiq menyatakan bahwa sesungguhnya islam melarang aksi teror. Dari berbagai dalil tersebut pihak pertama menarik simpulan bahwa dalam islam tidak ada tindakan teror karena tidak diperbolehkan dan sebaliknya islam cinta kedamaian. Kemudian asumsi tersebut dikorelasikan dengan kata “islam” itu sendiri. Secara leksikal kata “islam” berarti damai dan tenteram, sedangkan “teror” berarti tindakan brutal. Jadi antara kedua kata tersebut sangat bersinggungan. Damai ko’ brutal!, demikianlah perkataan Hamid Abdullah ketika menjadi pembicara dalam seminar “Islam dan Terorisme“ di PP. Annawari Sera Tengah Bluto Sumenep Madura bulan lalu.
Kedua, dalil pihak proterorisme. Kelompok ini merupakan tadhadut dari yang pertama. Mereka berasumsi bahwa salah satu pendorong tegaknya agama islam adalah perang. Dengan perang itulah islam menang, tersebar, dan eksis sampai sekarang. Rasulullah sebagai pionir agama islam, di samping sebagai Nabi, kepala pemerintahan, juga dikenal sebagai ahli militer. Asumsi tersebut diperkuat dengan pernyataan bahwa seandainya umat islam dalam peperangan, Badar misalnya, bersikap damai sedangkan kaum kafir sudah di depan mata maka pasti umat islam mengalami kekalahan. Asumsi tersebut yang melatarbelakangi kelompok ini untuk mengutip ayat-ayat perang, seperti surat al Baqarah ayat 190-191, al Anfal ayat 60, dan yang lainnya, untuk memperkuat argumentasi mereka. Di samping itu, kelompok ini sering mengutip sebuah hadis yang menceritakan tentang pengutusan Nabi kepada Muhammad bin Maslamah untuk membunuh Ka’ab bin al Asyraq. (lihat: Bukhari Bab Maghazi).
Beberapa dalil yang telah disebutkan adalah dalil yang sering kali dijadikan sebagai legitemasi untuk membenarkan argumen mereka masing-masing. Sepintas kalau difikir dalil-dalil tersebut tidak ada yang salah. Dan memang benar karena merupakan ayat-ayat Alquran dan Hadis Nabi yang sifatnya sakral. Dengan demikian, mengapa harus ada klaim pengafiran dan mengapa harus terjadi perdebatan dan ketegangan. Pertanyaan seperti itulah yang acap kali dilontarkan oleh masyarakat biasa yang sampai sekarang tetap mengalami ambivalensi.
Di muka sedikit telah disinggung tentang sebab terjadinya perdebatan dan perbedaan, bahwa perbedaan persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh sudut pandang yang berbeda. Kalau bersandar pada dalil-dalil yang telah disebutkan, baik dalil pihak kontra maupun proterorisme, maka jelas bahwa perbedaan tersebut karena masing-masing kelompok tidak bisa bersikap proporsional sehingga pemahamannyapun tidak komprehensif. Pihak kontra hanya memandang dari sisi-sisi elastis (perdamaian) yang diserukan oleh islam. Dampaknya, mereka dalam berhujjah hanya dengan dalil-dalil yang terkait dengan kedamaian. Begitu juga dengan pihak proterorisme, pihak ini hanya melihat sisi agresivitas dalam islam dengan melupakan sisi ke elastisannya. Konsekuensi logisnya, semua dalil yang digunakan hanyalah ayat dan hadis yang terkait dengan aksi teror dan peperangan. Padahal diketahui bahwa islam adalah agama superlengkap yang tidak boleh dipandang dan dipahami sepotong-sepotong, apalagi ayat Alquran yang memiliki keterkaitan erat antara satu dengan ayat yang lain. Selama pemahaman mereka demikian, maka perdebatan tidak akan bernah berakhir, karena kedua pihak berada dalam titik yang berseberangan.
Di samping itu juga, masih terlihat jelas bahwa kedua pihak tidak melakukan verifikasi ketika mengambil dalil sehingga terkesan dangkal. Tanpa mengadakan pejelajahan yang lebih mendalam terhadap dalil yang mereka gunakan. Contoh kecil adalah Hadis Nabi tentang perintahnya untuk membunuh Ka’ab bin al Asyraq, yang nampak pada mereka dari Hadis itu hanya satu sisi yaitu pembunuhan. Sebenarnya kalau dipelajari secara detail, hadis itu bisa tidak cocok dijadikan dalil untuk melegitimasi terorisme dalam islam. Terorisme sebagaimana dijelaskan adalah tindakan brutal. Sedangkan dalam kasus Ka’ab tersebut tidak ada keberutalan sama sekali. Hal itu dengan alasan bahwa (1) Ka’ab adalah penentang Tuhan dan Rasul-Nya secara terang-terangan dengan syair-syairnya dan sering melakukan tindakan yang menyalahi aturan negara (2) dalam pembunuhannya tidak ada korban sama sekali (tepat sasaran) (3) dia dibunuh secara terang-terangan (4) dan dia dibunuh oleh orang yang memiliki hak terhadap pengamanan Negara (dalam hal ini Nabi sebagai pemimpin pada masa itu). Jadi, kalau dianalogikan dengan isu terorisme yang terjadi saat ini jelas sangat berbeda.
Jalan tengah yang dapat diambil, bagaimanakedua pihak bisa sadar akan kelengkapan islam dan lebih dewasa dalam membaca dimensi-dimensi yang terkait dengan islam, terutama Alquran dan Hadis sebagai sumber agama hanif ini. Dengan pembacaan yang komprehensif maka akan didapat pemahaman yang lengkap. Dengan begitu, perdebatan dan klaim pengafiran tidak akan terjadi. dToh walau terjadi perdebatan, akan menjadi problem solving yang sebenarnya.
Endingnya, sebenarnya agama islam mencakup semua dimensi dalam hidup ini, termasuk perdamaian dan agresivitas. Namun yang perlu dicatat bahwa dimensi-dimensi tersebut memiliki batasan dan aturan main tersendiri yang perlu diperhatikan. Dengan demikian penulis tidak dapat mengatakan kedua pihak itu adalah salah, tapi hanya terdapat kekurangan dalam memabaca dan memahami agama islam itu sendiri.


* Penulis adalah Peminat Kajian Agama IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...