Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Rabu, 01 April 2009

SURAMADU, PLURALITAS

SURAMADU, PLURALITAS
DAN MASYARAKAT MADURA

Oleh: Tirmidzi*

Pembangunan jembatan penghubung (cause way) Surabaya-Madura (selanjutnya ditulis suramadu), pada awalnya dan sampai sekarang, menjadi polemik besar di tataran masyarakat Madura. Di satu sisi pembangunan tersebut dituntut supaya digagalkan karena nantinya akan berakibat fatal terhadap konstruk sosial-budaya Madura. Tapi di sisi yang lain, pembangunan tersebut mendapat dukuangan kuat. Dalihnya, dengan adanya penghubung antara Surabaya dengan Madura, Madura akan lebih mudah menjalin hubungan dengan daerah luar, baik ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya. Dengan demikian, secara gradual Madura akan terbawa pada ranah yang sejengkal lebih maju.
Kalau demikian yang menjadi alasan mereka, maka polemik tersebut patut mendapat apresiasi positif dari semua pihak. Rupanya, masyarakat Madura masih memiliki kepedulian dan perhatian besar terhadap perkembangan daerahnya sendiri. Namun sebagai catatan, semoga kepedulian mereka bukan hanya dalam tataran wacana (libservice) belaka, tapi dapat ditransformasikan dalam bentuk aplikasi nyata.
Terlepas dari itu, saat ini bukanlah waktunya untk membahas panjang lebar polemik tersebut, karena sebentar lagi, disadari atau tidak, suramadu akan segera selesai. Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, seusai peninjauan di Surabaya, menyatakan bahwa pembangunan suramadu on schedule pasti sudah berfungsi pada akhir tahun 2008 mendatang.(JP.25/03).
Dengan pernyataan tersebut, nampak jelas bahwa perdebatan antara pihak pro dan kontra pembangunan suramadu tidak memberi arti signifikan terhadap perkembangan Madura di satu sisi dan rampungnya suramadu di sisi yang lain. Sekarang, kedua belah pihak harus legowo, meredam emosi dan menunjukkan egalitas kesadaran mereka masing-masing. Pihak pro tidak harus berbanggu diri karena keinginannya tercapai dan pihak kontra tidak perlu takut dan kecewa walau harapannya pupus di tengah jalan. Hal demikian hanya akan memperburuk situasi.
Yang terpenting sekarang, bagaimana masyarakat Madura bisa bersatu. Waktu yang relatif singkat ini, mungkin tinggal satu tahun, dapat dipergunakan untuk memikirkan konsekwensi apa yang akan mereka terima dan langkah apa yang harus mereka ambil menyambut kehadiran suramadu, kaitannya dengan masa depan Madura dan masyarakat itu sendiri. Karena tak ayal, kehadiran suramadu akan memudahkan masuknya gaya hidup baru (the new life style) yang besar kemungkinan gaya hidup itu bertentangan dengan gaya hidup di Madura.
Ubaidillah, salah seorang aktifis PMII di Sumenep, pernah menyatakan bahwa kehadiran suramadu akan menjadikan Madura sebagai daerah terbuka. Sehingga, tantangan hidup akan semakin kompleks. Oleh karena itu, menurutnya, ketika masyarakat tidak mampu mengalahkan tantangan itu, maka Madura akan dikuasai oleh orang luar, sedangkan masyarakat Madura sendiri hanya akan menjadi penonton setia.

Tantangan Pluralitas
Disadari atau tidak, keragaman (pluralitas) dalam kehidupan ini merupakan hal pasti yang tidak dapat dibantah. Tidak mungkin setiap manusia memiliki status yang sama. Kebudayaan, perekonomian, perpolitikan, bahkan keagamaan dalam satu daerah bisa saja berbeda, terlebih antara satu daerah dengan daerah lain. Keragaman tersebut akan terus berkembang seiring dengan perkembangan tempat dan waktu yang tidak terlepas dari campur tangan manusia itu sendiri.
Ketika pluralitas dikaitkan dengan eksistensi manusia maka pluralitas menuntut adanya penghargaan yang proporsional. Ketidakseimbangan dalam menghargai pluralitas akan menjadi tantangan baru. Sebab, tidak bisa disangkal akan terjadi tarik-menarik antara satu dengan yang lainnya. Dan yang lebih tragis ketika pluralitas menjadi sumber konflik yang semestinya tidak harus terjadi.
Kaitannya dengan Madura, suka atau tidak, sebentar lagi penghubung antara Surabaya-Madura akan segera selesai. Dan otomatis kesempatan orang luar untuk masuk dan bergumul dengan orang Madura akan lebih besar. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, mereka akan membawa gaya hidup yang kemungkinan besar tidak sama atau bahkan bertentangan dengan gaya hidup masyarakat Madura.
Apabila mengacu pada gagasan sebelumnya, ketika keragaman tersebut tidak disikapi secara arif dan bijaksana maka konflik akan rentan sekali terjadi. Biasanya konflik akan membawa pada permusuhan yang berkepanjangan, sehingga tujuan utama masyrakat untuk membangun kehidupan yang damai, harmonis, sejahtera, adil, akan sulit terwujud. Mungkin itulah tantangan yang akan dihadapi oleh masyarakat Madura pasca rampungnya jembatan suramadu. Pertanyaannya sekarang, maukah masyarakat Madura hidup di tengah “pasar” konflik?.

Belajar Memahami dan Menghargai
Sejatinya, pluralitas merupakan anugerah yang patut disyukuri. Maksum Pinarto (2006) menyatakan bahwa pluralitas menyimpan seribu misteri. Pluralitas bisa menjadi kekuatan yang bisa mengawal pemantapan tatanan kehidupan masyarakat, tapi pluralitas juga bisa menjadi bumerang yang dapat memorak-porandakan tatanan kehidupan tersebut. Karena menurut beliau pluralitas tak ubahnya jamu, manjur tidaknya bergantung pada orang yang meracik. Walaupun dengan seribu macam komposisi, kalau peraciknya adalah seorang pakar maka akan menjadi jamu yang dapat menyembuhkan penyakit dengan manjur. Tapi sebaliknya, ketika peraciknya adalah orang yang bukan ahlinya, maka jamu itu akan berefek samping bagi penggunanya. Di situlah seseorang dituntut belajar untuk meracik obat yang bagus, karena bagaimanapun juga ketika obatnya tidak manjur atau bahkan menelan korban, ada konsekwensi yang harus dia terima.
Dengan deskrpsi tersebut, dapat diambil hikmah, kaitannya dengan masyarakat Madura, mereka harus benar-benar mempersiapkan diri untuk menghadapi keragaman, dengan skala yang lebih besar, yang sebentar lagi akan segera datang. Sebagai langkah awal menurut penulis, yang harus mereka lakukan adalah belajar memahami dan menghargai pluralitas. Sebagai media perlatiahan pluralitas dalam lingkup kecil, seperti Madura, bisa dijadikan lapangannya.
Telah mafhum bahwa Madura memiliki empat Kabupaten, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Tiap-tiap Kabupaten tersebut memiliki adat, budaya, dan gaya hidup yang berbeda. Dengan demikian, bagaimana perbedaan tersebut dapat dijadikan media pembelajaran untuk memahami dan menghargai satu sama lain. Misalnya, orang Sumenep dikenal sebagai orang yang berperangai halus dan lembut sedangkan orang Sampang, Bangkalan adalah orang yang keras dan kasar. Perbedaan seperti itu tidak perlu diperdebatkan apalagi dipermasalahkan. Tapi sebaliknya, bagaimana perbedaan itu dihargai dan dipahami sebagai budaya bersama, budaya Madura.
Sangat sulit memang untuk merealisasikan hal seperti tersebut, selama ini masyarakat Madura masih ada yang menonjolkan paham “kabupatenisme”. Sebelum paham itu teredam maka jangan harap persatuan akan tercapai. Menurut penulis kesadaran, baik individu atau kolektif, merupakan senjata ampuh untuk menghilangkan paham seperti itu. Dengan kesadaran tersebut masyarakat Madura mampu menyatukan persepsi bahwa hal ihwal yang terkait dengan Madura adalah milik bersama. Oleh karena itu harus dijaga dan dijunjung bersama-sama.
Ketika kesadaran sudah tertanam maka mereka dengan sendirinya akan memahami dan menghargai pluralitas yang ada. Sehingga ketika jembatan suramadu telah rampung, pluralitas dapat dikelola dengan baik yang kemudian menjadi kekuatan yang akan membawa Madura pada ranah yang lebih maju. Bukan sebaliknya, pluralitas menjadi alat yang menghancurkan Madura dengan berbagai macam konflik.


*) Penulis Asal Sumenep Madura Sekarang
Mengabdi di PESMA IAIN Supel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...