Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Jumat, 03 April 2009

Membincang Hak dan Kewajiban

Membincang Hak dan Kewajiban
Oleh: Tirmidzi*


Beberapa dekade terakhir, wacana hak asasi manusia getol diperdebatkan. Hal itu didasarkan pada fakta sosial di mana pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terus berkembang seiring dengan realitas dan fenomena yang semakin kompleks dan dinamis. Kalau kita amati dewasa ini, pelanggaran HAM tersebut terjadi sangat variatif dan hampir menjalar dalam setiap ranah kehidupan, mulai ekonomi, budaya, sosial, politik, bahkan agama.
Tarmizi Taher (1997) pernah mensinyalir bahwa pelanggaran demikian terjadi ketika tidak ada keseimbangan antara hak, kewajiban dan tanggung jawab asasi manusia. Sehingga dengan demikian terjadilah ketimpangan-ketimpangan dalam semua aspek kehidupan mereka, yang bias jadi berakhir dengan konflik yang berkepanjangan.
Kalau dalam konteks Jatim, ketimpangan demikian dapat dilihat dari beberapa fenomena semisal relasi rakyat-pemerintah, kaum buruh-pemerintah, sengketa pilgub, tuntutan upah minimum guru, kasus lapindo, dan semacamnya.

Antara Hak dan Kewajiban
Pertama sekali, kiranya perlu ditegaskan tentang hak dan kewajiban secara definitif. Karena dengan definisi itu kita dapat membedakan mana yang termasuk hak atau kewajiban di mana hal seperti ini sering kali terjadi kerancuan dalam praksisnya. Akibatnya, sangat sulit dalam menentukan siapa yang pada hakikatnya memiliki tanggung jawab dalam permasalahan itu.
Dalam teks-teks fiqih dan ushul fiqh, ada perbedaan pendapat mengenai definisi hak. Sebagian ada yang menyatakan hak sebagai sebuah kepemilikan (milqiyah), penguasaan (sulthaniyah) terhadap sesuatu yang bersifat abstrak. Ada juga sebagian yang mengartikan hak sebagai kebebasan (ikhtiyar) dalam bertindak. Tapi dalam kitab-kitab fiqih, definisi hak lebih mengarah pada pengertian sebagai penguasaan; al haqqu sulthanatun fi'liyatun la tu'qalu tharafaihi bi syaksin wahidin, la yajra li ahadin illa jara 'alaihi wala yajra 'alaihi illa jara lahu.
Dari definisi tersbut dapat dikatakan bahwa hak merupakan penguasaan atas sesuatu yang kedua sisinya tidak dapat diterapkan pada satu orang saja, akan tetapi ia harus berdiri tegak pada dua orang atau kelompok, yang pertama sebagai pemilik hak dan yang ke dua sebagai pemenuh hak.
Sedang kewajiban berasal dari kata wajib yang berarti harus, tidak boleh tidak. Dengan demikian kewajiban adalah segala sesuatu yang musti dilakukan. Biasanya, kewajiban juga berhubungan erat dengan sesuatu yang lain yang manfaatnya juga akan kembali pada kedua-duanya. Di situlah keduanya memiliki sebuah korelasi yang sangat kuat, hak dan kewajiban berkelindan satu sama lain, bahkan terkadang terjadi tasyabuh di antara keduanya. Terkait dengan tasyabuh tersebut, muncul pertanyaan apa yang harus didahulukan, hak atau kewajiban?

Konsepsi Islam
Islam adalah agama yang meliputi segala urusan umat manusia (al dinu al kamil), dari urusan yang kecil sampai yang besar dengan orientasi sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamin).
Salah satu tema yang dibicarakan dalam islam adalah hak dan kewajiban. Hal itu tampal dalam teks-teks semisal al Quran dan al Hadis. Al Quran misalnya telah berbicara bagaimana hak dan kewajiban seseorang kepada Tuhan, kepada sesama, dan kepada alam lingkungan. Begitu juga dalam hadis nabi, sangat banyak sekali yang mendiskripsikan perihal hak dan kewajiban umat manusia.
Sejauh yang penulis ketahui bahwa konsep yang ditawarkan oleh islam sangat berbeda dengan persepsi yang sudah ada sejak awal. Jelasnya, kalau persepsi yang beredar sejak dahulu hak selalu ada di depan baru kemudian kewajiban. Tapi lain hal dengan konsep islam, pertama sekali islam lebih menekankan pada pemenuhan kewajiban terlebih dahulu dari pada hak.
Sebagai contoh adalah kasus pekerja, yang dalam bahasa sekarang disebut dengan kaum buruh. Sebelum memperoleh hak untuk digaji—apalagi menuntut gaji—seorang pekerja terlebih dahulu dituntut bekerja dengan baik. Dalam hal ini Nabi bersabda: pendapatan terbaik adalah pendapatan seorang pekerja yang bekerja dengan hati-hati dan ia hormat kepada majikannya. Sementara seorang majikan sebelum memperoleh hak kerja ia wajib lebih dahulu mengikatkan dirinya pada kewajiban berislah, semisal memperlakukan pekerja dengan baik, mempertimbangkan gaji yang setimpal dan semacamnya.
Dalam keluarga, islam melansir bahwa sebelum kedua orang tua menuntut hak ketaatan anaknya, mereka terlebih dahulu dituntut untuk menjalankan tugasnya sebagai orang tua. Begitu juga sebaliknya, dalam islam para anak terlebih dahulu diwajibkan agar senantiasa taat dan berbuat baik kepada orang tuanya sebelum menuntut haknya.
Kalau dalam hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin, al Quran menjelaskan bahwa pemimpin terlebih dahulu dituntut untuk taat kepada Allah, Rasul, menjaga amana, jujur, adil terhadap sesama dan mereka yang dipimpin (QS. Annisa: 58), (QS. al Anfal: 27), (QS. al Baqarah: 283). Sedangkan yang dipimpin diwajibkan untuk tunduk kepada Allah, Rasul dan pemimpin mereka (QS. Annisa: 59).
Sebenarnya masih banyak contoh lain dalam islam terkait dengan hak dan kewajiban itu sendiri, tapi contoh di muka kiranya sudah memberikan gambaran dasar bahwa konsep yang ditawarkan islam sangatlah unik. Konsep yang ditawarkan berbeda dengan konsep HAM yang ada dewasa ini, khususnya yang didengungkan oleh Barat. HAM Barat lebih menitikberatkan pemenuhan hak dari pada kewajiban. Konsep HAM tersebut tampaknya diderivasikan dari falsafah individualisme dan liberalisme, sedangkan konsep islam lebih berorientasi nasionalisme, keadilan dan keberadaban.
Mengingat orientasi tersebut, sudah sepantasnyalah konsep yang ditawarkan islam untuk diterjemahkan ke dalam konteks nyata. Hal itu juga didasarkan pada semakin banyaknya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi antarmasyrakat, masyrakat dengan pemerintah dan semacamnya. Permasalahan yang harus mendapat perbincangan serius dan mendesak sekarang adalah memetakan siapa yang berkewajiban dan siapa yang berhak, sudahkah mereka melaksanakan kewajiban dengan baik sebelum meminta atau menuntut haknya?sehingga benar-benar jelas siapa yang sebenarnya memiliki kewajiban dan hak dengan tanpa mengurangi tanggung jawab masing-masing.


*Penulis adalah Mahasiswa Fak. Ushuluddin,
Berdomisili di PesMa IAIN Supel Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tahnks atas komentarnya...