Selamat Datang di tirmidzi85.blogspot.com, Semoga Bermanfaat bagi Kita Semua

Jumat, 03 April 2009

PENDIDIKAN AGAMA KRITIS UNTUK ANAK DIDIK

PENDIDIKAN AGAMA KRITIS
UNTUK ANAK DIDIK

Oleh: Tirmidzi*


Pendidikan agama merupakan salah satu dari sekian banyak materi pelajaran dalam dunia pendidikan kita. Sampai saat ini, pendidikan agama dipercaya dan diakui signifikansinya dalam pembentukan kecerdasan anak didik baik jasmani terlebih rohani. Oleh karena itu, sekarang pendidikan agama buhak hanya menjadi milik lembaga pendidikan swasta seperti madrasah atau pondok pesantren. Akan tetapi lembaga pendidikan negeri telah memasukkan pendidikan agama sebagai salah satu materinya.
Berbicara tentang pendidikan agama hakikatnya berbicara tentang kehidupan individu maupun sosial secara utuh, karena pendidikan agama erat kaitannya dengan keyakinan, pandangan hidup, tingkah laku, dan cita-cita hidup individu dan orang lain. Karena demikian, dapat dimafhumi ketika banyak orang mengatakan haus akan pendidikan agama ketika menemukan kehampaan dalam hidupnya, karena memang pendidikan agama dapat berpengaruh terhadap stabilitas kehidupan mereka dalam berbagai aspeknya.
Di samping itu, ada pula oknum yang kurang percaya dan psimis terhadap peran pendidikan agama. Pendidikan agama hanya dianggap sebagai pencetak kader-kader bangsa yang berwawasan sempit, yang hanya mau menerima kebenaran moral agamanya sendiri dan menjadikan agamanya sebagai parameter tertinggi yang pada akhirnya mereka tidak mau menerima dimensi kebenaran agama lain.
Luthfi Assyaukanie pernah melansir bahwa kita tidak boleh terlalu membesar-besarkan pendidikan agama dalam pembentukan keperibadian dan moral bangsa karena korelasi keduanya belum dapat dibuktikan secara riil, bahkan saat ini justru menunjukkan kenyataan yang sebaliknya.
Negara kita diakui sebagai Negara beragama (islam khususnya) terbesar di dunia, akan tetapi Negara ini termasuk dalam kategori Negara terkorup, Negara sarang sabu-sabu dan narkoba, dan lainnya. Akan tetapi Negara sekular semisal Amirika tingkat korupsinya rendah dan kelihatan lebih beretika.
Dalam dunia pendidikan, Negara ini telah menjadikan pendidikan agama sebagai salah satu materi pokok yang harus diajarkan di setiap lembaga pendidikan. Walau demikian, salah satu lembaga survei menunjukkan bahwa kurang lebih 40 persen anak didik pernah berpacaran dan sebagian dari mereka pernah melakukan hubungan seksual. Di samping itu, tindakan kekerasan di sekolah sebagaimana sering terjadi akhir-akhir ini turut menjadi bukti bahwa pendidikan agama tidak memiliki peran yang mumpuni.
Perbedaan persepsi dan sudut pandang seperti di muka adalah sebuah keniscayaan, tapi ketika persepsi itu hanya menyudutkan pendidikan agama an sich maka menurut penulis persepsi tersebut kurang berwawasan. Memang harus diakui bahwa orientasi pendidikan agama lebih cenderung pada pembentukan watak dan tingkah laku, tapi tindakan korupsi sebagaimana telah membudaya dewasa ini tidak bisa diklaim sebagai kegagalan pendidikan agama belaka, karena tindakan demikian bisa dipengaruhi oleh banyak faktor seperti politik, ekonomi, budaya, dan ilmu-ilmu sosial lainnya yang secara otomatis ilmu-ilmu tersebut juga telah gagal mencetak kader bangsa.
Jadi, bukanlah waktunya kita berdebat apakah pendidikan agama penting atau tidak, termasuk wilayah privat sehingga tidak perlu dijadikan materi pelajaran atau bukan, karena semua disiplin ilmu saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Kini waktunya bagaimana kita mampu mewujudkan cita-cita dan orientasi pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan agama.

Pendidikan Agama Kritis
Di muka telah dijelaskan bahwa pendidikan agama lebih mengarah pada penyadaran hati sehingga anak didik dapat bertingkah laku sesuai dengan tata aturan agama dan Negara. Salah satu metode yang dapat dipakai dalam pencapaian orientasi pendidikan agma tersebut adalah pendidikan agama secara kritis. Dalam metode ini seorang guru mempunyai peran yang sangat strategis. Guru bukan hanya sebagai mu’allim, pentransfer ilmu, tapi juga harus menjadi mujarrib, pelatih terhadap anak didik.
Anak didik tidak dicekokin dengan materi pelajaran semata, tapi dilatih bagaimana mereka bisa merespon dan memberikan umpan balik (feed back) terhadap materi yang dibicarakan. Memberikan ruang kebebasan berfikir terhadap mereka, memancing supaya mereka mau berfikir, merupakan salah satu cara mencapai pendidikan agama secara kritis. Sebagai salah satu contoh, di tingkat madrasah Tsanawiyah dan Aliyah terdapat mata pelajaran tauhid yang biasanya menggunakan rujukan kitab klasik Husunul Hamidiyah. Ketika membahas sifat Tuhan misalnya, guru tidak hanya menjelaskan sifat Tuhan yang wajib diketahui ada 20 sebagaimana ditulis oleh mu’allifnya tapi bagaimana mereka kritis dan bisa merasionalisasikan, mengapa harus dua puluh, bukankah itu membatasi Tuhan yang tanpa batas, mengapa harus ada, mengapa harus kekal, apa dalilnya, dan semacamnya. Ketika berbicara korupsi, mereka tidak menekankan larangan agama terhadap tindakan demikian, tapi lebih mengacu pada rasionalisasinya mengapa agama melarangnya, apa sebabnya, dan apa efeknya.
Dengan demikian, mereka akan tergugah untuk mengeluarkan aspirasinya dan akhirnya mereka mengerti mata pelajaran secara mendalam bukan karena penyajian seorang guru tapi merupakan hasil kreasi berfikir mereka sendiri. Intinya, dalam pendidikan agama kritis yang dilihat adalah bagaimana anak didik mampu mengkritisi secara cerdas dan cermat, di samping sejauh mana mereka bisa mengimplementasikan nilai-nilai agama yang telah diajarkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan model ini diharapkan anak didik akan menjadi kader bangsa inklusif yang bisa melihat secara kritis-konfrehensif fenomena-fenomena keberagamaan yang dinamis dan semakin kompleks dewasa ini dan di masa depan.


*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Ampel Surabaya

1 komentar:

  1. so... kita harus harus menjelaskan dengan anak didik kita : mana yg dikritisi berdasarkan rasio, dan mana yang mesti di imani dengan haqqul yakin (karena tdk dijangkau oleh akal). kalo semua sama rata harus dengan kritis bagaimana jadinya agama ini?

    BalasHapus

Tahnks atas komentarnya...